Sengketa Empat Pulau: Kemendagri Libatkan Aspek Sejarah dan Budaya dalam Kajian Wilayah Aceh dan Sumatera Utara
Polemik kepemilikan empat pulau yang terletak di antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) memasuki babak baru. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengambil langkah komprehensif dengan tidak hanya berfokus pada aspek geografis, tetapi juga menggali lebih dalam rekam jejak sejarah dan budaya terkait pulau-pulau tersebut. Hal ini ditegaskan oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto.
"Penyelesaian masalah ini membutuhkan data dan informasi yang akurat dan lengkap dari semua pihak yang berkepentingan. Sangat penting untuk mempertimbangkan dimensi historis dan realitas budaya selain peta geografis," ujar Bima Arya, Jumat (13/6/2025).
Bima Arya menyampaikan bahwa pembahasan mendalam mengenai aspek historis dan kultural ini dijadwalkan pada Selasa (17/6/2025). Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian akan memimpin langsung kajian ulang secara menyeluruh terhadap penetapan status keempat pulau yang menjadi sumber sengketa.
Mendagri Tito Karnavian akan mengundang sejumlah pihak strategis dalam forum pembahasan tersebut. Tim Nasional Pembakuan Rupa Bumi (TNPBB) yang terdiri dari perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Informasi Geospasial (BIG), serta unsur internal Kemendagri yang terlibat dalam pembahasan sengketa akan hadir untuk memberikan masukan. Selain itu, para kepala daerah dari provinsi terkait, tokoh masyarakat, serta anggota DPR dari Aceh dan Sumut juga akan diundang untuk memberikan pandangan dan saran terkait dengan polemik yang tengah berlangsung.
Sengketa ini bermula dari Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025. Dalam Kepmendagri tersebut, empat pulau yang diklaim milik Aceh dimasukkan ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Keempat pulau yang dimaksud adalah:
- Pulau Lipan
- Pulau Panjang
- Pulau Mangkir Besar
- Pulau Mangkir Kecil
Keputusan ini memicu penolakan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menegaskan bahwa keempat pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Aceh. Ia mengklaim memiliki alasan kuat, bukti yang valid, dan data historis yang mendukung klaim tersebut. Muzakir Manaf menambahkan bahwa dari segi sejarah dan iklim, keempat pulau tersebut lebih condong ke wilayah Aceh.
"Empat pulau itu sebenarnya adalah kewenangan Aceh. Kami memiliki alasan kuat, bukti yang valid, dan data yang kuat bahwa sejak dahulu kala pulau-pulau itu milik Aceh," tegas Muzakir Manaf, Kamis (12/6/2025).
Kemendagri berharap dengan melibatkan berbagai aspek, termasuk sejarah dan budaya, sengketa kepulauan ini dapat diselesaikan secara adil dan bijaksana, serta mengakomodasi kepentingan semua pihak yang terlibat.