Monorel Jakarta: Mimpi yang Tertunda, Nasib Tiang Beton Terbengkalai dari Era Sutiyoso hingga Pramono Anung
Tiang-tiang beton menjulang tinggi di sepanjang Jalan Rasuna Said hingga Asia Afrika, menjadi saksi bisu proyek Monorel Jakarta yang tak kunjung usai. Wacana untuk menata kembali infrastruktur yang mangkrak ini kembali mencuat, mengulang sejarah panjang yang melibatkan berbagai kepemimpinan di DKI Jakarta dan sejumlah pihak terkait.
Sejarah proyek ini dimulai pada tahun 2004, ketika Presiden Megawati Soekarnoputri meresmikan pembangunan monorel dengan Sutiyoso menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. PT Jakarta Monorail (PTJM) ditunjuk sebagai pengembang dan investor. Namun, realitas tak seindah rencana. Setelah tiang-tiang berdiri, pembangunan tersendat. Pada tahun 2008, PTJM menyatakan ketidakmampuannya memenuhi syarat investasi senilai US$ 144 juta, dari total anggaran proyek yang mencapai US$ 450 juta.
Era Fauzi Bowo, proyek monorel resmi dihentikan pada tahun 2011. Meskipun menolak ganti rugi investasi yang diajukan PTJM sebesar Rp 600 miliar, Pemprov DKI Jakarta tetap membayar Rp 204 miliar berdasarkan rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Harapan sempat muncul kembali di era Joko Widodo (Jokowi), dengan rencana melanjutkan pembangunan oleh PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Pada tahun 2013, peletakan batu pertama dilakukan, namun proyek kembali terhenti karena Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang tak kunjung menemui titik temu.
Jokowi menekankan kehati-hatian dalam proyek ini, meminta investor dan pengembang memenuhi semua persyaratan. Perselisihan terkait nilai ganti rugi tiang pancang antara PTJM dan Adhi Karya, dengan perbedaan nilai yang cukup signifikan, semakin memperlambat proyek.
Wacana pembongkaran tiang monorel terus bergulir. Di era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), ancaman pemutusan kerja sama dengan PTJM dilayangkan jika tidak ada kejelasan. Ahok bahkan menyebut tiang-tiang tersebut sebagai "monumen penipuan". Pemprov DKI akhirnya memutus kontrak dengan PTJM pada tahun 2015, dan tiang-tiang tersebut dialihkan ke PT Adhi Karya untuk proyek Light Rail Transit (LRT).
Djarot Saiful Hidayat, yang melanjutkan kepemimpinan Ahok, juga meminta Adhi Karya untuk membongkar tiang-tiang tersebut pada tahun 2017, dengan tujuan memperlancar dan memperluas jalan. Namun, di era Anies Baswedan, belum ada keputusan pasti mengenai nasib tiang-tiang tersebut.
Terbaru, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung kembali mewacanakan pembenahan tiang pancang monorel, dengan rencana menyurati Adhi Karya untuk melakukan pembongkaran. Pramono menilai tiang-tiang tersebut mengganggu estetika kota dan merujuk pada keputusan pengadilan negeri (PN) dan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) yang memberikan kewenangan pembongkaran kepada Adhi Karya.
Adhi Karya menyatakan keterbukaannya terhadap wacana ini, dan siap berdiskusi dengan seluruh pihak terkait. Nasib tiang-tiang monorel yang terbengkalai ini masih menjadi pertanyaan, simbol dari mimpi transportasi publik yang belum terwujud di Jakarta.