Indonesia Genjot Pengembangan Energi Terbarukan Guna Capai Target Net Zero Emission 2060

Indonesia Pacu Pemanfaatan Energi Terbarukan Demi Target Net Zero Emission

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, diperkirakan mencapai 3,6 TeraWatt (TW). Pemerintah Indonesia berupaya keras untuk memaksimalkan potensi ini guna memperluas akses energi bersih bagi seluruh masyarakat dan mempercepat transisi dari energi fosil yang semakin terbatas. Langkah ini juga merupakan bagian penting dari strategi nasional untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.

Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, menekankan pentingnya diversifikasi energi. Ketergantungan pada sumber energi fosil yang tidak merata distribusinya di seluruh wilayah Indonesia, mendorong pemerintah untuk berinvestasi besar-besaran pada energi terbarukan.

Untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 17-19% pada tahun 2025, pemerintah telah mengambil beberapa langkah strategis, antara lain:

  • Pengembangan Pembangkit Energi Terbarukan: Kapasitas pembangkit listrik energi terbarukan terus ditingkatkan. Pada tahun 2024, kapasitas terpasang tercatat sekitar 14.800 Megawatt (MW).
  • Peningkatan Mandatori Biodiesel: Pemerintah secara bertahap meningkatkan campuran biodiesel dalam bahan bakar. Setelah sukses dengan B35 pada tahun 2024, rencananya akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2025.
  • Penguatan Manajemen Energi: Efisiensi energi di sektor industri, bangunan komersial, dan rumah tangga menjadi fokus utama. Perubahan regulasi, dari Permen ESDM Nomor 70 Tahun 2009 menjadi Permen Nomor 33 Tahun 2023, mewajibkan bangunan dengan konsumsi energi di atas 500 ton oil equivalent (TOE) dan industri di atas 4.000 TOE untuk menerapkan sistem manajemen energi yang komprehensif.
  • Standarisasi Kinerja Energi Minimum: Untuk sektor rumah tangga, pemerintah menerapkan standar kinerja energi minimum pada peralatan rumah tangga. Saat ini, sudah ada delapan jenis produk yang memiliki label hemat energi, termasuk AC, lemari es, lampu LED, dan penanak nasi.

Feby mengakui bahwa transisi energi bukan tanpa tantangan. Keterbatasan infrastruktur, kompleksitas regulasi, dan kebutuhan pendanaan yang besar menjadi kendala utama. Sebagai negara kepulauan, pembangunan jaringan transmisi antar pulau menjadi tantangan tersendiri dalam pemerataan akses listrik.

Selain itu, kesiapan industri energi dan penerimaan masyarakat terhadap perubahan ini juga merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan. Pemerintah berupaya untuk mengatasi tantangan-tantangan ini melalui berbagai kebijakan dan program.

RUPTL 2025-2034: Target Ambisius Energi Terbarukan

Pemerintah telah meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 yang menargetkan penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan hingga 42,5 GW dan pembangunan sistem penyimpanan energi (storage) sebesar 10,2 GW.

Target tersebut meliputi:

  • Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS): 17 GW pada tahun 2030.
  • Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA): 11,7 GW.
  • Hidrogen: 11 GW.
  • Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB): 7 GW.
  • Energi Laut: 40 MW.

Selain itu, target serapan biofuel diproyeksikan mencapai 13,5 juta kiloliter pada tahun 2025, dan meningkat menjadi 17 juta kiloliter pada tahun 2029. Pemerintah menekankan bahwa transisi energi adalah upaya kolektif yang membutuhkan partisipasi aktif dari semua pihak untuk memastikan energi bersih dapat diakses secara luas dan berkelanjutan oleh seluruh masyarakat Indonesia.