Desakan DPR untuk Proses Hukum Pidana Eks Kapolres Ngada yang Tersandung Kasus Pencabulan dan Narkoba

Desakan DPR untuk Proses Hukum Pidana Eks Kapolres Ngada yang Tersandung Kasus Pencabulan dan Narkoba

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera mengambil langkah tegas dalam menangani kasus mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Desakan ini muncul menyusul dugaan keterlibatan Fajar dalam kasus pencabulan anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkoba. Komisi III menilai bahwa penanganan kasus ini melalui jalur kode etik internal Polri saja tidaklah cukup dan berpotensi mengaburkan fakta serta menghalangi keadilan.

Anggota Komisi III DPR RI, Dewi Juliani, dalam keterangannya pada Selasa, 11 Maret 2025, menekankan perlunya pelimpahan kasus tersebut ke penyidik umum di Mabes Polri. Langkah ini, menurut Dewi, diperlukan untuk memastikan proses hukum berjalan secara transparan, independen, dan bebas dari intervensi internal. Ia khawatir penyelesaian melalui jalur internal, seperti mekanisme damai atau sanksi etik, akan memicu impunitas dan mengorbankan keadilan bagi korban. "Tindakan Fajar bukan hanya pelanggaran kode etik, tetapi kejahatan serius yang mencoreng institusi Polri," tegas Dewi. Komisi III DPR menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan Polri menjalankan penegakan hukum secara serius dan tanpa pandang bulu. Keterlambatan penanganan kasus ini sejak Februari 2025, menurut Dewi, menimbulkan kekhawatiran publik terhadap kemungkinan adanya upaya perlindungan diam-diam terhadap pelaku. Hal ini, jika dibiarkan, berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

Kronologi dan Detail Kasus:

AKBP Fajar Widyadharma diamankan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri pada 20 Februari 2025 atas dugaan keterlibatan dalam kasus pencabulan anak di bawah umur dan penyalahgunaan narkotika. Berdasarkan informasi dari Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang, Imelda Manafe, Fajar diduga melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak, masing-masing berusia 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun. Lebih memprihatinkan lagi, aksi bejat tersebut diduga direkam dan video asusila yang dihasilkan tersebar luas di dunia maya. Kejahatan yang dilakukan oleh Fajar, seorang aparat penegak hukum, menjadi perhatian serius DPR dan publik. Kejahatan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius, dan penyelesaian kasus ini secara tuntas dan adil menjadi kewajiban institusi penegak hukum.

Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas:

Komisi III DPR menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus ini. Kepercayaan publik terhadap institusi Polri sangat bergantung pada konsistensi penegakan hukum, terutama dalam kasus yang melibatkan anggota Polri sendiri. Oleh karena itu, pelimpahan kasus ke ranah pidana umum dinilai sebagai langkah krusial untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan, serta memulihkan kepercayaan publik. Tidak hanya itu, langkah ini juga penting untuk memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarga mereka yang telah menderita akibat tindakan Fajar. DPR akan terus memantau perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan menjunjung tinggi keadilan bagi semua pihak.

Catatan: Informasi mengenai umur korban dan detail lainnya dikutip dari sumber berita.