Skema Co-payment: Premi Asuransi Kesehatan Berpotensi Lebih Terjangkau
Industri asuransi umum tengah mengkaji penerapan skema co-payment atau pembagian risiko sebagai solusi untuk menekan biaya premi asuransi kesehatan. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) meyakini bahwa dengan melibatkan peserta dalam menanggung sebagian kecil biaya klaim, diharapkan dapat memicu kesadaran akan efisiensi biaya dan mengurangi potensi overutilisasi layanan kesehatan.
Wayan Pariama, Wakil Ketua Bidang Teknik 3 AAUI, menyampaikan bahwa implementasi skema ini berpotensi menurunkan premi asuransi kesehatan hingga 3-5 persen. Namun, ia menekankan bahwa keberhasilan penurunan ini sangat bergantung pada perubahan perilaku peserta dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan. Jika kecenderungan overutilisasi tetap tinggi, maka dampak penurunan premi mungkin tidak akan signifikan.
Skema co-payment ini mengharuskan peserta asuransi untuk menanggung sebagian kecil dari total biaya klaim. Berdasarkan ketentuan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) tentang Produk Asuransi Kesehatan, pembagian risiko ini ditetapkan minimal 10 persen dari total pengajuan klaim. Terdapat batasan maksimum untuk co-payment ini, yaitu Rp 300.000 per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp 3 juta per pengajuan klaim untuk rawat inap.
AAUI berharap bahwa dengan adanya co-payment, peserta akan lebih bijak dalam memilih fasilitas kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial mereka. Selain itu, diharapkan penyedia layanan kesehatan (provider) juga akan lebih transparan dan efisien dalam memberikan pelayanan.
Ketua Umum AAUI, Budi Herawan, mengungkapkan bahwa secara rata-rata, rasio klaim asuransi kesehatan di kalangan anggota industri asuransi umum belum mengalami kenaikan signifikan di atas 100 persen. Ia meyakini bahwa dengan peningkatan kesadaran peserta terhadap biaya kesehatan, akan terjadi penurunan biaya klaim secara keseluruhan, yang pada akhirnya dapat meringankan beban premi asuransi kesehatan.