Usulan Penguatan Lembaga Negara dan Pemantapan Ideologi Pancasila Mengemuka dalam Diskusi Konstitusi

Diskusi mengenai penyempurnaan Undang-Undang Dasar 1945 kembali mencuat, dengan fokus pada penguatan lembaga-lembaga tinggi negara dan pemantapan ideologi Pancasila. Ahmad Doli Kurnia, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar, menyampaikan pandangannya dalam sebuah diskusi bertajuk 'Menimbang Amandemen Konstitusi: Menjawab Tantangan Demokrasi dan Penyempurnaan Sistem Ketatanegaraan Menuju Indonesia Emas'.

Kurnia menekankan bahwa penyempurnaan konstitusi bukanlah upaya untuk kembali ke perubahan pertama, melainkan sebuah langkah untuk menjawab tantangan-tantangan masa depan yang dihadapi bangsa. Menurutnya, permasalahan yang muncul dalam sistem ketatanegaraan saat ini memerlukan evaluasi mendalam terhadap konstitusi yang berlaku.

Kurnia secara tegas menyatakan ketidaksetujuannya jika amandemen UUD 1945 dilakukan hanya untuk mengembalikan pada kondisi sebelumnya. Ia lebih memilih istilah 'penyempurnaan konstitusi' untuk menekankan bahwa diskusi yang dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi perjalanan 23 tahun setelah amandemen keempat dan memproyeksikan konstitusi ideal yang sesuai dengan kebutuhan bangsa di masa depan.

Beberapa alasan mendasari usulan penyempurnaan konstitusi ini, salah satunya adalah pemantapan ideologi Pancasila. Kurnia mengamati bahwa perjalanan negara saat ini cenderung mengarah pada sistem yang sangat liberal, bahkan melebihi negara-negara yang menganut sistem liberal sekalipun. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya memperkuat ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selain pemantapan ideologi, Kurnia juga menyoroti perlunya penguatan lembaga-lembaga tinggi negara, seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Kurnia menyinggung peran MK dalam menangani perselisihan hasil pemilu, termasuk pemilihan kepala daerah (pilkada). Ia berpendapat bahwa MK seharusnya ditempatkan sebagai lembaga negara yang mulia, terutama karena tugasnya menguji peraturan terhadap konstitusi. Menurutnya, pelibatan MK dalam sengketa pemilu yang bersifat teknis justru dapat merusak citra lembaga tersebut.

"Nah cuman kemarin saya tidak paham itu, kok tiba-tiba MK juga dilibatkan dalam menyelesaikan sengketa pemilu termasuk pilkada, yang itu sangat teknis sekali dan bahkan membuat isu yang membuat citra di MK itu jadi negatif. Ini yang saya kira harus kita luruskan, menempatkan kembali Mahkamah Konstitusi memang sesuai dengan tempatnya yang mulia itu," tutur Kurnia.

Terkait DPD, Kurnia mengusulkan evaluasi terhadap eksistensi dan keberadaan lembaga tersebut. Beberapa opsi yang muncul antara lain memperkuat DPD seperti DPR, atau bahkan menghapus keberadaan DPD. Namun, opsi-opsi ini masih memerlukan kajian lebih lanjut.

Posisi MPR juga menjadi perhatian Kurnia. Ia mempertanyakan peran MPR yang saat ini tidak lagi memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan hanya bersidang setahun sekali tanpa agenda yang signifikan. Kurnia menekankan perlunya penguatan kelembagaan negara secara menyeluruh.

Secara keseluruhan, diskusi mengenai penyempurnaan konstitusi ini mencerminkan upaya untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan Indonesia agar lebih sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan bangsa. Penguatan lembaga negara dan pemantapan ideologi Pancasila menjadi fokus utama dalam upaya ini.