Katak Terbang Sulawesi yang 'Raib' Sejak Abad Lalu Ditemukan Kembali oleh BRIN, Spesies Baru Ditetapkan
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengumumkan penemuan kembali spesies katak terbang endemik Sulawesi Utara yang sebelumnya dianggap 'hilang' selama lebih dari seratus tahun. Penemuan ini merupakan hasil ekspedisi panjang selama dua dekade yang dilakukan oleh peneliti BRIN, Alamsyah Elang.
Katak terbang yang ditemukan kembali ini ditetapkan sebagai genus baru dengan nama Rhacophorus rhyssocephalus. Sebelumnya, spesies ini dikenal sebagai sub spesies dari Rhacophorus pardalis yang habitatnya tersebar dari Sumatera hingga Kalimantan. Keunikan katak ini terletak pada kemampuan 'terbang' atau melayang saat melompat, berkat adanya selaput penuh di antara jari-jari kaki dan tangannya. Kemampuan ini memungkinkan katak tersebut untuk berpindah dari satu pohon ke pohon lain dengan lebih efisien.
Alamsyah menjelaskan bahwa penelitian selama bertahun-tahun di Sulawesi mengungkapkan adanya perbedaan genetik dan karakteristik fisik yang signifikan di antara kelompok Rhacophorus di pulau tersebut. Perbedaan ini mengarah pada klasifikasi kelompok katak terbang menjadi empat grup utama, yaitu:
- Grup Batik Cokelat: Ditandai dengan corak tubuh yang menyerupai batik berwarna cokelat dan memiliki moncong yang meruncing.
- Grup Web Hitam: Memiliki selaput berwarna hitam yang khas pada kaki-kakinya.
- Grup Hijau: Berwarna hijau muda cerah dan cenderung berukuran lebih kecil dibandingkan grup lainnya.
- Grup Pipi Putih: Memiliki bercak berwarna putih di area pipi.
Istilah 'katak terbang' sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Alfred Russel Wallace, seorang naturalis terkenal, dalam bukunya The Malay Archipelago. Genus Rhacophorus merupakan bagian dari famili Rhacophoridae, dengan tipe spesies Rhacophorus reinwardtii yang pertama kali ditemukan di Jawa Barat. Ciri khas genus ini adalah adanya tulang penghubung antara ruas jari pertama dan kedua.
Kepala Pusat Riset Biosistematika Evolusi BRIN, Arif Nurkanto, menjelaskan bahwa Sulawesi memiliki sejarah geologi yang sangat unik. Pulau ini terbentuk dari pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Asia, Indo-Australia, dan Pasifik. Kondisi ini menyebabkan tingginya tingkat endemisitas di Sulawesi, termasuk dalam hal keanekaragaman amfibi.
Secara biogeografis, Sulawesi tidak pernah terhubung sepenuhnya dengan daratan Asia maupun Australia. Hal ini memungkinkan evolusi spesies unik yang tidak ditemukan di tempat lain. Penemuan Rhacophorus rhyssocephalus ini semakin mengukuhkan posisi Sulawesi sebagai wilayah dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa, khususnya dalam hal spesies amfibi.
Arif Nurkanto menambahkan bahwa meskipun penelitian tentang katak terbang Rhacophorus telah mengungkap beberapa spesies baru dan garis keturunan yang berbeda, masih banyak potensi keanekaragaman amfibi lainnya di Sulawesi yang belum teridentifikasi sepenuhnya. Sulawesi dengan ekosistemnya yang khas dan kondisi geologis yang kompleks, menyimpan potensi untuk menjadi rumah bagi lebih banyak spesies amfibi endemik yang belum terdokumentasikan.
Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk memahami pola evolusi, adaptasi, serta interaksi ekologi amfibi di wilayah ini. Temuan terbaru ini hanyalah awal dari eksplorasi panjang yang diharapkan dapat membuka lebih banyak wawasan tentang kehidupan herpetofauna di Sulawesi dan Indonesia secara keseluruhan.