Permasalahan Tata Ruang dan Kepemilikan Lahan di Bantaran Sungai Jawa Barat Menghambat Normalisasi

Permasalahan Tata Ruang dan Kepemilikan Lahan di Bantaran Sungai Jawa Barat Menghambat Normalisasi

Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, baru-baru ini mengungkapkan sejumlah faktor penyebab lahan di sekitar sungai di Jawa Barat, termasuk di sekitar Sungai Bekasi, berubah menjadi milik pribadi dan terhambatnya proses normalisasi sungai. Permasalahan ini, menurut Nusron, berakar pada tiga permasalahan utama yang saling berkaitan: pertama, ketidaksesuaian data administrasi pemerintahan desa; kedua, rendahnya cakupan rencana detail tata ruang (RDTR); dan ketiga, penguasaan lahan di bantaran sungai oleh masyarakat yang telah berlangsung lama.

Pertama, Nusron menyorot kurang lebih 10 kabupaten di Jawa Barat yang belum merevisi data administrasi Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Ketidakakuratan data ini menyebabkan kesulitan dalam penetapan batas wilayah dan pemanfaatan lahan, sehingga berdampak pada proses perizinan yang menjadi kacau. Ketidakjelasan dalam pemetaan wilayah ini menyulitkan proses pengawasan dan penegakan aturan terkait pemanfaatan ruang. Hal ini menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan lahan di bantaran sungai dapat dikuasai secara pribadi tanpa pengawasan yang memadai.

Kedua, rendahnya cakupan RDTR di Jawa Barat, yang baru mencapai 17 persen, mempersulit pengawasan terhadap perizinan pembangunan. Minimnya detail tata ruang menyebabkan kesulitan dalam menentukan kesesuaian pemanfaatan lahan, sehingga membuka celah terjadinya penyimpangan dan penguasaan lahan di sekitar sungai secara ilegal. Kurangnya informasi spasial yang akurat dari RDTR turut menghambat upaya penegakan aturan dan pengawasan terhadap peruntukan lahan.

Ketiga, berdasarkan temuan di lapangan, hampir seluruh lahan di bantaran sungai telah dikuasai oleh masyarakat, beberapa bahkan telah berlangsung selama puluhan tahun. Meskipun penguasaan lahan tersebut telah berlangsung lama, hal ini tetap menyalahi aturan dan menghambat upaya normalisasi sungai. Keberadaan bangunan di bantaran sungai ini menjadi kendala utama dalam proyek pelebaran dan normalisasi sungai yang dicanangkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Gubernur Dedi Mulyadi, yang sebelumnya menemukan kendala dalam proyek normalisasi Sungai Bekasi akibat kepemilikan lahan pribadi di bantaran sungai, menyatakan bahwa upaya pelebaran sungai untuk mengurangi risiko banjir terhambat oleh kepemilikan lahan tersebut. Oleh karena itu, solusi atas permasalahan ini akan dibahas lebih lanjut di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) minggu depan, untuk memastikan kegiatan normalisasi sungai dapat berjalan lancar tanpa terhambat oleh permasalahan sertifikasi dan kepemilikan lahan.

Upaya untuk mengatasi masalah ini membutuhkan koordinasi yang erat antara Kementerian ATR/BPN, pemerintah daerah Jawa Barat, dan Kementerian PUPR. Langkah-langkah yang perlu dilakukan antara lain percepatan revisi data RT/RW, penyelesaian RDTR, dan penyelesaian masalah kepemilikan lahan di bantaran sungai dengan pendekatan yang adil dan transparan. Proses ini memerlukan waktu dan strategi yang komprehensif untuk mencegah terulangnya masalah serupa di masa depan dan untuk memastikan keberhasilan program normalisasi sungai di Jawa Barat.