Penjualan Mobil Nasional Terancam Melambat, Industri Otomotif Menyerukan Dukungan Pemerintah
Penurunan Penjualan Mobil di Indonesia: Ancaman dan Harapan
Industri otomotif Indonesia tengah menghadapi tantangan serius dengan adanya penurunan penjualan mobil yang signifikan. Data terbaru dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan adanya penurunan baik pada angka wholesales maupun retail sales dalam periode Januari hingga Mei 2025. Penurunan ini menimbulkan kekhawatiran akan target penjualan tahunan yang telah ditetapkan.
- Data Penjualan yang Mengkhawatirkan:
- Wholesales Januari-Mei 2025 tercatat sebanyak 316.981 unit, menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 335.405 unit.
- Retail sales Januari-Mei 2025 mencapai 328.852 unit, juga menurun dari 362.163 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, mengungkapkan bahwa meskipun target penjualan 900 ribu unit belum direvisi, pihaknya sangat memperhatikan kondisi pasar saat ini. Ia berharap perbaikan penjualan akan terjadi lebih cepat setelah periode libur Lebaran.
Tantangan Pajak dan Optimisme yang Terukur
Gaikindo tetap optimis bahwa penjualan mobil hingga akhir tahun dapat mencapai 900 ribu unit. Namun, Kukuh Kumara juga menyoroti adanya potensi hambatan, terutama terkait dengan isu pajak daerah yang dapat semakin memberatkan industri otomotif. Jika kondisi ini tidak berubah, proyeksi penjualan yang lebih konservatif berada di kisaran 750 hingga 800 ribu unit. Sebagai perbandingan, penjualan mobil sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 865.723 unit, yang sudah merupakan penurunan sebesar 13,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Urgensi Dukungan Pemerintah
Kukuh Kumara menekankan bahwa untuk mendongkrak kembali pasar otomotif, peran pemerintah sangat krusial. Industri otomotif merupakan salah satu penggerak utama ekonomi Indonesia, dengan mata rantai industri yang melibatkan lebih dari 1,5 juta tenaga kerja. Jika industri ini terganggu, dampak negatifnya dapat meluas ke seluruh perekonomian nasional.
"Otomotif sebetulnya itu salah satu motor utama penggerak ekonomi kita. Karena mata rantai industri otomotif nasional itu memperkerjakan lebih dari 1,5 juta (orang). Nah kalau ini terganggu, itu bisa mengganggu ekonomi nasional juga kan," kata Kukuh.
Kukuh juga mencontohkan keberhasilan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Vietnam, dan Filipina dalam memulihkan industri otomotif mereka melalui dukungan pemerintah yang signifikan. Negara-negara ini menerapkan berbagai kebijakan insentif, termasuk insentif pajak, yang berhasil mendorong minat masyarakat untuk membeli mobil dan menjaga stabilitas ekonomi.
Belajar dari Negara Tetangga
- Malaysia: Tidak mengubah kebijakan insentif untuk kendaraan bermotor sejak pandemi COVID-19, sehingga menarik minat beli masyarakat. Saat ini, Malaysia berada di peringkat kedua setelah Indonesia dalam hal penjualan domestik, menggeser Thailand.
- Vietnam: Memberikan insentif pajak yang mendorong pertumbuhan ekonomi.
- Filipina: Menerapkan kebijakan serupa untuk menjaga stabilitas ekonomi.
Insentif Sebagai Solusi
Industri otomotif Indonesia pernah merasakan dampak positif dari insentif pemerintah berupa penghapusan PPnBM selama pandemi COVID-19. Kebijakan ini berhasil mendongkrak penjualan mobil secara signifikan. Kukuh berharap pemerintah dapat segera mengambil tindakan serupa untuk memulihkan industri otomotif dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Pada waktu COVID-19, waktu itu kita ada harapan. Akhirnya pemerintah memberikan insentif dengan PPnBM. Tahun 2021 itu dari drop yang tinggal 500 ribu unit, langsung balik ke 800-900 ribu. Kemudian yang berikutnya naik lagi kan. Nah ini yang harus segera dilakukan, tindakan itu," ungkap Kukuh.
Dengan tantangan yang ada, dukungan pemerintah menjadi kunci untuk memulihkan dan mengembangkan industri otomotif Indonesia, sehingga dapat terus berkontribusi pada perekonomian nasional.