Sidang Perdana Korupsi Dana Hibah COVID-19 Malioboro Digelar, Mantan Ketua Koperasi dan Bendahara Jadi Terdakwa

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Yogyakarta memulai proses persidangan kasus dugaan korupsi dana hibah COVID-19 yang diperuntukkan bagi pedagang di kawasan Malioboro. Dua orang yang menjadi terdakwa dalam kasus ini adalah Rudiarto, mantan Ketua Koperasi Paguyuban Pedagang Malioboro Tri Dharma, dan Lestari, yang menjabat sebagai bendahara koperasi tersebut.

Sidang perdana ini berlangsung di ruang sidang 2 Pengadilan Tipikor Yogyakarta. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa kedua terdakwa dengan dugaan penyalahgunaan dana bantuan hibah yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 155 juta. Dakwaan yang dikenakan kepada Rudiarto dan Lestari adalah pelanggaran terhadap Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasi Pidsus Kejari Kota Yogyakarta, Suherman, menjelaskan bahwa kedua terdakwa diindikasikan melakukan penyelewengan dana hibah sebesar Rp 250 juta yang dikucurkan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dana tersebut seharusnya digunakan sebagai dana pinjaman bergulir bagi 907 anggota koperasi. Namun, dalam pelaksanaannya, hanya sebagian kecil anggota yang menerima manfaat dari program pinjaman tersebut.

"Dari total 907 anggota yang seharusnya menerima pinjaman bergulir, hanya 103 orang yang tercatat menerima. Setelah penyaluran kepada 103 orang tersebut, dana tidak lagi disalurkan kepada anggota lainnya," ungkap Suherman.

JPU juga menduga adanya penerima pinjaman yang tidak memenuhi syarat sebagai anggota koperasi. Dugaan ini menimbulkan kecurigaan bahwa dana tersebut dinikmati oleh pihak-pihak yang tidak berhak, termasuk para terdakwa. Seharusnya, jika dana tersebut dikelola dengan benar, pinjaman dapat terus bergulir dan memberikan manfaat bagi seluruh anggota koperasi.

Berdasarkan catatan yang ada, dana yang berhasil disalurkan sebesar Rp 172.380.500 telah dikembalikan oleh para peminjam kepada Pengurus Koperasi Tri Dharma periode 2020-2023. Namun, sisa dana sebesar Rp 77.619.500 dinyatakan macet.

"Dana hibah tersebut diterima pada tanggal 3 Agustus 2021 dan disalurkan hingga bulan Juni 2022," jelas Suherman.

Ironisnya, dari dana pengembalian sebesar Rp 172 juta, sebagian besar, yaitu Rp 151.250.657, justru digunakan untuk kepentingan pribadi para terdakwa. Salah satu contohnya adalah penggunaan dana untuk membiayai pesta pernikahan anak Rudiarto yang diselenggarakan pada tanggal 13 Oktober 2022.

Rudiarto diduga bersekongkol dengan Lestari untuk memperoleh dana tersebut. Lestari kemudian menyerahkan uang tanpa melakukan pencatatan yang sesuai dalam laporan pinjaman.

"Terdakwa Rudiarto meminta uang sebesar Rp 100 juta kepada terdakwa Lestari untuk keperluan pernikahan anaknya," kata Suherman.

"Pada tanggal 30 September 2022, terdakwa Lestari mengambil uang dari rekening Mandiri Koperasi menggunakan slip penarikan yang ditulis oleh saksi Doddy Indrogiharto tanpa dilaporkan dan dicatat dalam laporan pinjaman," imbuhnya.

Selain penggunaan dana untuk kepentingan pribadi, kedua terdakwa juga diduga tidak menyerahkan sisa dana kepada pengurus baru koperasi. Diketahui bahwa anggota koperasi telah menyatakan mosi tidak percaya dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan menunjuk Arif Usman sebagai ketua koperasi yang baru pada tanggal 5 Juli 2023.

"Sisa bantuan uang dalam bentuk hibah yang bersumber dari pengembalian pinjaman sebesar Rp 26.881.843 tetap tersimpan dalam rekening BPD DIY Dana Hibah dan tidak diserahkan kepada Saksi Arif Usman selaku Ketua," pungkasnya.