Pemerintah Kaji Ulang Metodologi Penghitungan Garis Kemiskinan Nasional
Pemerintah Indonesia, melalui Dewan Ekonomi Nasional (DEN), tengah mengkaji ulang metodologi penghitungan garis kemiskinan nasional. Inisiatif ini muncul sebagai respons terhadap pembaruan standar garis kemiskinan yang dilakukan oleh Bank Dunia.
Ketua DEN, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai revisi ini telah berlangsung beberapa waktu. Pemerintah menyadari perlunya penyesuaian metodologi agar lebih akurat mencerminkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat Indonesia saat ini. Luhut menyampaikan hal ini usai menghadiri International Conference on Infrastructure (ICI) di Jakarta.
Proses pematangan perhitungan terbaru ini terus dilakukan dan akan segera dilaporkan kepada Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Luhut menegaskan bahwa perubahan metodologi ini merupakan hal yang wajar dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai tingkat kemiskinan di Indonesia. Ia juga meminta masyarakat untuk tidak terkejut apabila terjadi perubahan signifikan pada angka kemiskinan setelah metodologi baru diterapkan. Pemerintah meyakini bahwa program-program prioritas, seperti Makan Bergizi Gratis dan pengembangan food estate, akan memberikan kontribusi positif dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Luhut berharap pengumuman mengenai metodologi penghitungan garis kemiskinan yang baru dapat dilakukan pada tahun ini. Data yang diperlukan dinilai sudah cukup lengkap dan saat ini sedang dalam proses finalisasi oleh para ahli, termasuk Prof. Arief Anshory Yusuf yang merupakan anggota DEN.
Bank Dunia sendiri telah mengubah standar garis kemiskinan global mulai Juni 2025, dengan mempertimbangkan paritas daya beli (PPP) terbaru, yaitu PPP 2021. Perubahan ini berdampak signifikan pada jumlah penduduk miskin di berbagai negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan standar baru Bank Dunia, jumlah penduduk miskin di Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 194,6 juta jiwa atau 68,3% dari total populasi.
Perubahan standar garis kemiskinan Bank Dunia meliputi:
- Garis kemiskinan internasional (kemiskinan ekstrem): meningkat dari US$ 2,15 (PPP 2017) menjadi US$ 3,00 (PPP 2021).
- Garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah: meningkat dari US$ 3,65 menjadi US$ 4,20.
- Garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas (termasuk Indonesia): meningkat dari US$ 6,85 menjadi US$ 8,30.
Adopsi PPP 2021 ini juga menyebabkan peningkatan estimasi jumlah penduduk miskin di Indonesia, dari 60,3% pada tahun 2024 (171,7 juta jiwa) menjadi lebih tinggi.
Perubahan ini menjadi dasar bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap metodologi penghitungan garis kemiskinan nasional agar lebih relevan dan akurat dalam mengukur tingkat kemiskinan serta merumuskan kebijakan yang efektif dalam upaya pengentasan kemiskinan.