Pengacara Hasto Kristiyanto, Maqdir Ismail, Ajukan Diri Jadi Saksi Meringankan dalam Sidang Dugaan Suap
Maqdir Ismail Siap Berikan Keterangan Meringankan untuk Hasto Kristiyanto dalam Sidang Kasus Suap
Jakarta - Maqdir Ismail, kuasa hukum dari Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengambil langkah strategis dengan mengajukan diri sebagai saksi a de charge atau saksi yang meringankan dalam persidangan kasus dugaan suap terkait dengan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, yang melibatkan nama Harun Masiku. Persidangan ini juga menyeret Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa atas dugaan tindakan menghalangi penyidikan.
Dalam pernyataannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada hari Kamis, 12 Juni 2025, Maqdir Ismail menegaskan komitmennya untuk menghadirkan total tiga orang saksi yang akan memberikan keterangan yang berpotensi meringankan posisi Hasto Kristiyanto.
"Kami akan menghadirkan tiga orang saksi, dan saksi pertama yang akan kami hadirkan adalah saya sendiri, Maqdir Ismail," ujarnya kepada awak media.
Maqdir berencana untuk memberikan penjelasan mendalam mengenai Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) yang dikeluarkan pada tanggal 20 Desember 2019. Ia menyoroti bahwa penerbitan Sprindik tersebut bertepatan dengan momen krusial, yaitu pergantian pucuk pimpinan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lebih lanjut, Maqdir mengklaim bahwa pada saat transisi kepemimpinan KPK, terdapat informasi penting yang tidak diteruskan dengan semestinya. "Pada saat itu, pimpinan baru telah menjalani induksi selama tiga hari. Namun, menurut pernyataan dari ketua KPK sebelumnya, semua data dan informasi penting telah diserahkan dalam bentuk digital, tersimpan di laptop atau iPad. Akan tetapi, pada kenyataannya, semua informasi itu tidak ditemukan," ungkap Maqdir.
Selain itu, Maqdir juga berjanji akan mengungkap fakta-fakta baru yang berkaitan dengan insiden pengejaran terhadap Hasto Kristiyanto dan Harun Masiku di lingkungan Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, pada tanggal 8 Januari 2020. Ia menyoroti adanya dugaan penghambatan oleh petugas terhadap upaya penangkapan.
"Saksi akan memberikan keterangan bahwa mereka (Hasto dan Harun Masiku) dihalangi oleh petugas. Namun, mereka tidak menjelaskan secara rinci bagaimana proses awal penghambatan itu terjadi. Petugas di PTIK menemukan ada seorang laki-laki dan perempuan berada di dalam mobil dalam keadaan hidup," jelas Maqdir.
"Ketika ditanya mengenai identitas dan tujuan mereka, mereka mengaku sebagai pihak yang hendak menyelenggarakan kegiatan di PTIK. Padahal, tidak ada kegiatan yang dijadwalkan pada saat itu," tambahnya.
Majelis hakim telah menetapkan jadwal sidang selanjutnya pada hari Kamis, 19 Juni, dengan agenda mendengarkan keterangan dari Maqdir Ismail sebagai saksi. Sidang kemudian akan dilanjutkan pada hari Jumat, 20 Juni, dengan agenda pemeriksaan ahli.
Maqdir sempat mengajukan permohonan kepada majelis hakim terkait urutan pemeriksaan saksi dan ahli. "Yang Mulia, apabila pada hari Kamis saksi kami belum dapat hadir, apakah kami diperbolehkan untuk mendahulukan pemeriksaan ahli terlebih dahulu, dan kemudian menghadirkan saksi fakta pada hari Jumat?" tanya Maqdir.
Ketua Majelis Hakim, Rios Rahmanto, memberikan lampu hijau terhadap permohonan tersebut. "Tidak ada masalah," jawabnya.
Dalam dakwaannya, KPK menuduh Hasto Kristiyanto telah melakukan tindakan menghalangi penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat Harun Masiku, yang telah menjadi buron sejak tahun 2020. Hasto dituduh memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon selulernya agar tidak terlacak oleh KPK pada saat operasi tangkap tangan (OTT) yang berlangsung pada 8 Januari 2020. Selain itu, Hasto juga disebut telah memerintahkan Harun Masiku untuk selalu berada di kantor DPP PDIP agar tidak terdeteksi oleh KPK.
Tindakan-tindakan yang diduga dilakukan oleh Hasto tersebut, menurut KPK, telah menyebabkan Harun Masiku berhasil melarikan diri dan hingga saat ini masih berstatus sebagai buronan.
Selain terkait kasus perintangan penyidikan, Hasto juga didakwa melakukan penyuapan terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, sebesar Rp 600 juta. Jaksa penuntut umum menyatakan bahwa suap tersebut diberikan dengan tujuan agar Wahyu Setiawan memuluskan proses penetapan Harun Masiku sebagai pengganti antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024.
Dalam dakwaan tersebut, Hasto disebut melakukan penyuapan bersama-sama dengan Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, yang merupakan orang-orang kepercayaannya, serta Harun Masiku. Donny saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka, sementara Saeful Bahri telah divonis bersalah dalam kasus ini. Sementara itu, keberadaan Harun Masiku masih belum diketahui.