Polemik Tambang Nikel Raja Ampat: Uskup Timika Desak Penutupan Total Demi Kelestarian Alam
Polemik industri pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, kembali mencuat ke permukaan. Pemerintah sebelumnya telah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan, yaitu PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pertama, dan PT Nurham. Namun, keputusan ini justru menuai kritik karena PT Gag Nikel, yang beroperasi di Pulau Gag, tetap diizinkan melanjutkan aktivitasnya. Hal ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk tokoh agama dan aktivis lingkungan.
Uskup Keuskupan Timika, Mgr Benardus Bofitwos Baru OSA, menyampaikan kekecewaannya atas kebijakan pemerintah. Ia menilai pencabutan IUP empat perusahaan tersebut hanyalah sebuah kamuflase, mengingat PT Gag Nikel yang sejak lama menjadi sorotan publik justru tetap dipertahankan. Uskup Benardus menekankan pentingnya kelestarian Raja Ampat sebagai ikon pariwisata dunia, dan aktivitas pertambangan dianggap sebagai ancaman serius terhadap keindahan alam serta ekosistem yang unik. Ia mendesak pemerintah untuk bersikap tulus dan mencabut seluruh izin pertambangan di Raja Ampat, termasuk PT Gag Nikel.
"Seharusnya PT Gag Nikel yang pertama kali ditutup, karena sudah lama diperjuangkan," tegas Uskup Benardus.
Seruan senada juga datang dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil di Jayapura. Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat dan Mahasiswa Papua menggelar aksi demonstrasi menolak eksplorasi tambang nikel di Raja Ampat. Mereka mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk memerintahkan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mencabut seluruh izin investasi perusahaan tambang nikel di Raja Ampat dan seluruh wilayah Papua.
Para demonstran juga menolak investasi Proyek Strategis Nasional (PSN) di Sorong dan Merauke, yang dinilai akan semakin memperparah kerusakan lingkungan dan marginalisasi masyarakat adat. Koordinator Lapangan (Korlap) Koalisi Masyarakat dan Mahasiswa Papua, Trestania Kambu, menyampaikan bahwa aktivitas pertambangan telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan dan mengancam mata pencaharian masyarakat lokal.
Sementara itu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa meskipun IUP PT Gag Nikel tidak dicabut, pemerintah akan melakukan pengawasan ketat terhadap operasional perusahaan tersebut. Ia menjamin bahwa perusahaan wajib mematuhi standar AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang ketat, melakukan reklamasi lahan pasca-tambang, dan tidak merusak terumbu karang. Pemerintah berjanji akan mengawasi secara ketat seluruh aktivitas pertambangan di Raja Ampat.
Kontroversi terkait pertambangan nikel di Raja Ampat ini menyoroti dilema antara kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Di satu sisi, pertambangan nikel dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara dan menciptakan lapangan kerja. Namun, di sisi lain, aktivitas pertambangan juga berpotensi merusak lingkungan, mengancam keanekaragaman hayati, dan merugikan masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya alam.
Berikut daftar perusahaan yang IUP-nya dicabut:
- PT Kawei Sejahtera Mining
- PT Mulia Raymond Perkasa
- PT Anugerah Surya Pertama
- PT Nurham
Polemik ini masih terus berlanjut, dan diharapkan pemerintah dapat mengambil kebijakan yang bijaksana dan mempertimbangkan semua aspek, demi menjaga kelestarian Raja Ampat sebagai warisan alam yang tak ternilai harganya.