Penangkapan Mantan Presiden Duterte: Akibat Perang Narkoba Berdarah di Filipina

Penangkapan Mantan Presiden Duterte: Akibat Perang Narkoba Berdarah di Filipina

Manila, 11 Maret 2025 – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, telah ditahan atas perintah Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Penangkapan ini merupakan klimaks dari penyelidikan panjang atas dugaan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan selama kampanye anti-narkoba yang brutal di masa kepemimpinannya. Tuduhan yang dilayangkan ICC mengacu pada ribuan kematian yang terjadi selama periode tersebut, dengan berbagai laporan yang menunjukkan angka korban jiwa yang sangat beragam, mulai dari estimasi resmi pemerintah hingga angka yang jauh lebih tinggi dari laporan kelompok-kelompok hak asasi manusia.

Pemerintah Filipina, di bawah kepemimpinan Duterte, melaporkan sekitar 6.000 kematian terkait operasi anti-narkoba. Namun, angka ini dibantah keras oleh berbagai organisasi internasional dan kelompok HAM. Amnesty International, Human Rights Watch, dan Uni Eropa, antara lain, telah berulang kali mengecam kampanye anti-narkoba Duterte sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia. Mereka memperkirakan jumlah korban jiwa sebenarnya mencapai angka yang jauh lebih besar, antara 12.000 hingga 30.000 jiwa, dengan sebagian besar korban berasal dari kalangan masyarakat miskin dan rentan. Ketidakjelasan proses hukum dan minimnya akuntabilitas dalam penanganan kasus-kasus kematian selama periode tersebut menjadi sorotan utama.

Pernyataan-pernyataan kontroversial Duterte selama masa jabatannya semakin memperkuat tuduhan kejahatan kemanusiaan yang dialamatkan kepadanya. Beberapa pernyataan tersebut antara lain:

  • Perintah untuk membunuh: Dalam berbagai kesempatan, Duterte secara terang-terangan memerintahkan aparat keamanan untuk membunuh para pengedar narkoba, bahkan sebelum ia menjabat sebagai presiden. Pernyataan-pernyataan ini dianggap sebagai hasutan untuk melakukan pembunuhan secara massal.
  • Pembunuhan tanpa proses hukum: Duterte secara terbuka menyatakan bahwa pembunuhan tanpa proses pengadilan dibenarkan dalam konteks perang melawan narkoba. Ia bahkan menyerukan warga untuk membunuh tetangga mereka yang kecanduan narkoba.
  • Kebijakan 'tembak di tempat': Duterte secara eksplisit mendukung kebijakan 'tembak di tempat' dan menyatakan bahwa ia tidak peduli terhadap hak asasi manusia.
  • Pernyataan penghinaan terhadap ICC: Duterte secara terbuka mengejek ICC dan menyatakan ketidakpeduliannya terhadap ancaman tuntutan hukum internasional.

Duterte berulang kali membantah bertanggung jawab atas kematian-kematian tersebut. Ia bahkan pernah membual tentang telah membunuh tersangka secara pribadi saat menjabat sebagai Walikota Davao. Namun, bukti-bukti yang dikumpulkan ICC tampaknya cukup kuat untuk mendakwanya atas kejahatan kemanusiaan. Penangkapannya menandai babak baru dalam pergulatan hukum internasional untuk memastikan akuntabilitas atas pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Proses hukum yang akan dijalani Duterte di masa mendatang akan menentukan apakah ia akan dihukum atas kejahatan yang dituduhkan kepadanya. Kasus ini juga akan menjadi preseden penting bagi upaya penegakan hukum internasional dan keadilan transisional di Filipina.

Penangkapan Duterte ini juga memicu berbagai reaksi dari berbagai pihak di Filipina dan dunia internasional. Dukungan dan kecaman terhadapnya masih terpolarisasi, merefleksikan perdebatan yang kompleks tentang perang melawan narkoba, hak asasi manusia, dan akuntabilitas pemimpin.