Pengamat Ekonomi Soroti Kenaikan IHSG yang Belum Selaras dengan Fundamental Ekonomi Nasional

markdown Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menunjukkan tren positif dengan berada di level 7.200. Akan tetapi, seorang ekonom terkemuka memberikan pandangan yang cukup berbeda. Menurutnya, kenaikan IHSG saat ini belum sepenuhnya mencerminkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang sebenarnya.

Rully Arya Wisnubroto, Head of Research and Chief Economist Mirae Sekuritas, menyampaikan bahwa pihaknya masih bersikap hati-hati dalam menganalisis pergerakan IHSG tahun ini. Dalam sebuah acara Media Day yang diadakan pada hari Kamis, Rully menegaskan bahwa kenaikan IHSG saat ini "belum didasari oleh secara fundamental yang kuat". Ia menyoroti berbagai tantangan yang masih dihadapi oleh perekonomian Indonesia.

Salah satu poin penting yang diangkat adalah kondisi neraca perdagangan Indonesia. Rully menjelaskan bahwa surplus perdagangan Indonesia terus menyusut secara signifikan, bahkan hampir mendekati defisit. Situasi ini menjadi perhatian serius karena surplus perdagangan merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur kesehatan ekonomi suatu negara.

"Kami tetap mempertahankan proyeksi IHSG di level 6.900 karena kondisi pasar saat ini belum mencerminkan kondisi fundamental ekonomi kita," tegas Rully. Proyeksi ini didasarkan pada analisis mendalam terhadap berbagai faktor ekonomi makro dan mikro yang mempengaruhi pasar saham Indonesia.

Rully juga menyinggung mengenai potensi perbaikan kinerja ekonomi di semester II-2025. Ia berpendapat bahwa perbaikan tersebut belum akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Meskipun ada harapan terhadap peningkatan aktivitas ekonomi di semester kedua, tantangan struktural dan isu-isu mendasar masih perlu diatasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Lebih lanjut, Rully membahas mengenai kebijakan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Ia memperkirakan bahwa penurunan suku bunga acuan oleh The Fed pada kuartal III-2025 baru akan terasa dampaknya di Indonesia pada tahun berikutnya. Ini menunjukkan bahwa efek kebijakan moneter global memerlukan waktu untuk meresap dan mempengaruhi kondisi ekonomi domestik.

Pada sesi pertama perdagangan hari ini, IHSG mengalami penurunan sebesar 0,16 persen atau setara dengan 11,48 poin, berada di level 7.210,96. Total transaksi mencapai Rp 7,44 triliun dengan volume saham yang diperdagangkan sebanyak 17,02 miliar saham. Data ini menunjukkan adanya dinamika pasar yang perlu dicermati lebih lanjut.