Rencana Syarat Gelar Sarjana Hukum bagi Penyidik Tuai Sorotan Legislator
RKUHAP: Syarat Gelar Sarjana Hukum untuk Penyidik Dipersoalkan DPR
Wacana perubahan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) terkait kualifikasi penyidik, khususnya usulan mewajibkan gelar sarjana hukum, menuai tanggapan dari kalangan legislator. Usulan ini pertama kali dilontarkan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak.
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap implikasi penerapan kebijakan tersebut secara terburu-buru. Ia mempertanyakan kesiapan sumber daya manusia (SDM) di seluruh Indonesia jika syarat tersebut diberlakukan secara mendadak.
"Jika hal itu diberlakukan secara tiba-tiba, akan menimbulkan kepanikan di seluruh Indonesia. Pendidikan hukum membutuhkan waktu empat tahun, tidak mungkin seseorang bisa langsung menjadi penyidik," ujar Tandra, Kamis (12/6/2025).
Politisi dari Fraksi Golkar ini menegaskan bahwa pihaknya terbuka terhadap berbagai masukan dalam proses revisi KUHAP. Namun, ia meragukan realisasi usulan pimpinan KPK dapat dilakukan dalam waktu dekat, mengingat kebutuhan mendesak akan tenaga penyelidik dan penyidik di berbagai instansi, termasuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
"Usulan tersebut memang ideal, namun terdapat perbedaan antara idealisme dan realita di lapangan. Kebutuhan penyidik di kepolisian, terutama di tingkat Polres yang berada di daerah terpencil, sangat tinggi. Bagaimana dengan nasib penyidik dan penyidik pembantu yang bertugas di wilayah-wilayah tersebut?" tanyanya.
Menurut Tandra, kebijakan tersebut lebih tepat diterapkan secara internal di masing-masing instansi, daripada diatur dalam norma KUHAP yang bersifat mengikat. Ia mencontohkan, KPK dapat memulai dengan mempersiapkan personel internalnya agar memenuhi kualifikasi sarjana hukum.
"Kebijakan tersebut sebaiknya menjadi kebijakan teknis di masing-masing institusi, jangan dimasukkan ke dalam hukum formil yang justru akan membatasi ruang gerak penyelidikan dan penyidikan. Norma hukum formil seharusnya berfungsi membatasi kewenangan untuk mencegah terjadinya pelanggaran," jelas Tandra.
Ia menambahkan, memasukkan syarat gelar sarjana hukum ke dalam KUHAP akan membatasi kewenangan penyidik. Contohnya, aturan mengenai surat perintah penangkapan bertujuan untuk membatasi penyidik agar tidak melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, syarat-syarat tersebut harus dipenuhi.
Usulan KPK dalam RKUHAP
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengusulkan agar RUU KUHAP mengatur secara rinci mengenai syarat pendidikan bagi penyelidik dan penyidik. Ia berpendapat bahwa minimal pendidikan yang harus dimiliki adalah strata satu (S-1) ilmu hukum. Tujuannya adalah agar seluruh aparat penegak hukum memiliki latar belakang pendidikan hukum yang memadai.
"Penyelidik dan penyidik harus berpendidikan serendah-rendahnya strata satu atau S-1 ilmu hukum sehingga seluruh aparat penegak hukum berlatar belakang pendidikan S-1 ilmu hukum," kata Tanak seperti dilansir Antara, Jumat (30/5/2025).
Selain itu, Tanak juga mengusulkan penghapusan peran penyidik pembantu dalam RUU KUHAP. Ia menilai peran tersebut sudah tidak relevan lagi. Ia juga menekankan perlunya pengaturan yang jelas dan tegas mengenai tenggang waktu penyidikan dan proses pemeriksaan persidangan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pencari keadilan.
Lebih lanjut, Tanak mengusulkan pengaturan yang lebih rinci mengenai tahap penuntutan, termasuk tenggang waktu penanganan perkara. Ia juga menyoroti pentingnya perlindungan terhadap pelapor. Usulan-usulan tersebut diajukan dengan harapan RUU KUHAP dapat mengakomodasi kebutuhan hukum yang lebih modern dan sesuai dengan perkembangan zaman.