Hilirisasi: Strategi Indonesia Lepas dari Jebakan Pendapatan Menengah

Hilirisasi: Strategi Indonesia Lepas dari Jebakan Pendapatan Menengah

Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Julian Ambassadur, menyatakan keyakinan kuatnya bahwa hilirisasi sektor pertambangan merupakan strategi kunci bagi Indonesia untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah dan menuju negara maju. Lebih dari sekadar realisasi program, beliau menyebut hilirisasi sebagai 'game changer' yang akan mendorong transformasi ekonomi nasional.

Dalam sebuah forum diskusi bertajuk "Kesiapan Indonesia Menuju Swasembada Energi", yang diselenggarakan oleh detikcom bersama Komisi XII DPR, dan didukung SKK Migas, PT Pertamina Hulu Energi, dan ANTAM di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025), Julian memaparkan potensi besar hilirisasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, optimalisasi sumber daya alam (SDA) melalui hilirisasi akan membuka peluang signifikan dalam berbagai aspek, termasuk penciptaan lapangan kerja, pengembangan teknologi mutakhir, dan peningkatan pendapatan per kapita.

Saat ini, lanjut Julian, industri hilirisasi Indonesia masih berada pada tahap ekstraktif, menghasilkan bahan setengah jadi. Tantangan utama yang harus diatasi adalah pengembangan lebih lanjut bahan baku menjadi produk manufaktur dan siap pakai. Potensi ini sangat besar mengingat kekayaan SDA Indonesia yang melimpah. Indonesia menduduki peringkat teratas dunia dalam cadangan nikel, pertama dalam timah, keempat dalam bauksit, ketujuh dalam batubara, kesembilan dalam tembaga, dan kedelapan dalam emas.

"Kita memiliki jumlah SDA yang sangat signifikan," tegas Julian. "Tantangan kita sekarang adalah bagaimana meningkatkan nilai tambah dari sumber daya ini melalui proses hilirisasi yang lebih komprehensif." Sebagai contoh, Indonesia telah berhasil mengoptimalkan timah menjadi produk jadi 100%, sementara nikel baru mencapai 50-60%. Untuk bauksit, proses hilirisasi baru mencapai tahap alumina. Dari total Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) bauksit sebesar 70 juta ton, baru 15 juta ton yang terserap. Ini menunjukkan potensi yang sangat besar untuk pengembangan lebih lanjut.

Julian menambahkan bahwa keberhasilan hilirisasi tidak hanya berdampak pada peningkatan pendapatan negara, tetapi juga akan menciptakan multiplier effect pada berbagai sektor ekonomi. Investasi dalam teknologi dan infrastruktur yang dibutuhkan untuk hilirisasi akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Keberhasilan ini akan menjadi kunci bagi Indonesia untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah dan mewujudkan cita-cita sebagai negara maju.

Lebih lanjut, Julian menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi dalam mendorong pengembangan industri hilirisasi. Kerjasama yang sinergis dan terintegrasi akan mempercepat proses hilirisasi dan memastikan keberhasilannya dalam jangka panjang. Hal ini akan menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan.