Jejak Aroma 'Shalimar': Parfum Ikonik Sukarno Terungkap dalam Napak Tilas Sejarah Bogor

Mengungkap Aroma Aristokrat: Shalimar, Parfum Kesayangan Bung Karno

Lebih dari sekadar kopiah, tongkat komando, dan jas militer, ada satu elemen tak terpisahkan dari sosok Sukarno, Presiden pertama Republik Indonesia: parfum Shalimar. Aroma khas aristokrat ini terungkap dalam acara napak tilas sejarah Kota Bogor yang diadakan untuk memperingati hari ulang tahun kota tersebut ke-543.

"Parfum buatan Prancis ini sangat identik dengan Bung Karno," ujar Endang Sumitra, mantan Kasubag Rumah Tangga dan Protokol Istana Bogor, sambil memperlihatkan botol parfum berwarna biru tua bertuliskan 'Shalimar Eau De Parfum Vaporisateur Guerlain Paris' dengan huruf timbul keemasan.

Puluhan peserta napak tilas yang diinisiasi oleh Komunitas Japas (Jalan Pagi Sejarah), secara bergantian mencoba mencium aroma Shalimar yang disemprotkan sedikit oleh Endang. Aroma pertama yang tercium adalah vanilla, powdery seperti bedak, dan sentuhan aroma kulit sintetis. Beberapa peserta bahkan merasakan aroma menyerupai dupa.

Namun, setelah beberapa saat, muncul aroma citrus yang segar seperti lemon, bergamot, atau yuzu, diikuti dengan aroma woody. Setelah beberapa waktu, aroma manis dan lembut dari mawar dan musk semakin terasa. Parfum ini memiliki aroma unisex yang kompleks dan menarik.

Di bagian bawah botol parfum tertera angka 3/1966, yang menurut Endang, kemungkinan besar adalah tanggal produksi parfum tersebut. Ia memperoleh parfum ini dari pamannya, Endi, yang bertugas melayani Sukarno selama masa tahanan rumah di 'Hing Puri Bima Sakti' di Batutulis pada tahun 1967-1969. Endi bekerja bersama Lukman, Dayat, dan Kanta. Sebelumnya, Endi dan rekan-rekannya bertugas di kediaman Ibu Hartini.

Shalimar, yang berarti 'Kuil Cinta' dalam bahasa Sanskerta, terinspirasi dari Taman Shalimar yang dibangun oleh Kaisar Mughal Shah Jahan untuk istri tercintanya, Mumtaz Mahal. Shah Jahan juga membangun Taj Mahal, sebuah makam megah untuk Mumtaz, yang menjadi ikon dunia di Agra, India.

Jacques Guerlain, seorang perfumer legendaris, terinspirasi oleh kisah cinta abadi ini pada tahun 1921. Ia menciptakan parfum Shalimar pada tahun 1924, menggunakan bahan-bahan oriental yang kaya seperti vanila, iris, opopanax, nilam, biji Tonka, cendana, dupa, dan benzoin.

Selain parfum Shalimar, Endang juga memiliki tiga koleksi lain yang terkait dengan Sukarno: ember stainless steel untuk menyimpan anggur atau sampanye, bendera merah putih yang sudah menguning, dan bendera simbol kepresidenan (padi-kapas dan bintang). Kedua bendera ini biasanya dipasang di bagian depan mobil kepresidenan.

"Ketiga koleksi ini adalah warisan dari ayah saya," kata Endang.

Ayahnya, lanjutnya, adalah sopir pribadi Fatmawati setelah ia meninggalkan Istana sebagai bentuk protes atas pernikahan Sukarno dengan Hartini pada Juli 1953. Fatmawati dan anak-anaknya kemudian tinggal di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan.

Selain ayah dan pamannya, kakek dan kakek buyut Endang juga pernah bekerja di lingkungan Istana. Kakek buyutnya adalah Mandor Taman Kebun Raya dan Istana di era Gubernur Jenderal Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh-Stachouwer (1936-1942).