Hasto Kristiyanto Meragukan Bukti Dakwaan KPK dalam Kasus Harun Masiku

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, melalui pernyataan yang disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, mempertanyakan validitas dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan upaya menghalangi penyidikan yang melibatkan Harun Masiku.

Pernyataan Hasto tersebut dibacakan oleh politisi PDI-P, Guntur Romli, di hadapan majelis hakim. Dalam suratnya, Hasto menyatakan bahwa fakta-fakta yang terungkap selama persidangan sebelumnya tidak secara meyakinkan mendukung dakwaan yang diajukan. Ia secara khusus menyampaikan apresiasi kepada majelis hakim yang menangani perkara ini, sembari menyerahkan sepenuhnya penilaian akhir kepada kebijaksanaan mereka.

Dalam surat tersebut, Hasto juga menyinggung potensi adanya motif politik di balik proses hukum yang sedang berjalan. Ia menyebut kasus ini sebagai "daur ulang," di mana aspek kekuasaan politik dianggap lebih dominan daripada penegakan hukum yang murni.

Kasus ini bermula dari dugaan pemberian suap sebesar 57.350 dollar Singapura, atau setara dengan Rp 600 juta, kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan, pada tahun 2019-2020. Suap tersebut diduga diberikan agar Wahyu Setiawan mengupayakan persetujuan KPU terhadap PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi proses penyidikan dengan memerintahkan Harun Masiku untuk membuang telepon genggamnya setelah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Wahyu Setiawan. Perintah ini diduga disampaikan melalui Nur Hasan, seorang penjaga Rumah Aspirasi. Tidak hanya itu, Hasto juga disebut memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai langkah antisipasi terhadap upaya penyidikan oleh KPK.

Atas perbuatannya tersebut, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.