Jetstar Asia Umumkan Penghentian Operasional pada Juli 2025 Akibat Tekanan Biaya dan Persaingan Ketat

Kabar kurang sedap datang dari dunia penerbangan regional. Jetstar Asia, maskapai penerbangan yang melayani berbagai rute di Asia, termasuk Bali, mengumumkan akan menghentikan seluruh kegiatan operasionalnya secara permanen pada 31 Juli 2025 mendatang.

Keputusan berat ini diambil sebagai respons terhadap sejumlah faktor signifikan yang membebani kinerja keuangan maskapai. Dalam pernyataan resminya, CEO Qantas Group, Vanessa Hudson, menyoroti bahwa meningkatnya biaya bahan bakar, tingginya tarif bandara, beban biaya keamanan, serta persaingan yang semakin ketat di antara maskapai penerbangan di kawasan Asia, menjadi pemicu utama penutupan Jetstar Asia.

Jetstar Asia, yang merupakan anak perusahaan Qantas Group yang berbasis di Australia, menghadapi persaingan sengit dari berbagai maskapai berbiaya rendah lainnya. Beberapa pesaing utama Jetstar Asia di pasar penerbangan regional meliputi:

  • Scoot, anak perusahaan Singapore Airlines
  • Air Asia, maskapai yang berkantor pusat di Malaysia
  • VietJet Aviation Vietnam

Menjelang tanggal penutupan, Jetstar Asia akan secara bertahap mengurangi jadwal penerbangannya. Bagi para pelanggan yang telah memiliki tiket penerbangan Jetstar Asia, pihak maskapai akan memberikan opsi berupa pembatalan penerbangan dengan pengembalian dana penuh (refund), atau pengalihan penerbangan ke maskapai lain yang berada di bawah naungan Qantas Group, jika memungkinkan.

Selama 20 tahun beroperasi, Jetstar Asia hanya mencatatkan keuntungan selama enam tahun. Maskapai ini diperkirakan akan membukukan kerugian sebesar 35 juta dolar Australia (sekitar Rp 369 miliar) sebelum bunga dan pajak. Dana yang dihasilkan Jetstar Asia sekitar 500 juta dolar Australia (sekitar Rp 5,29 triliun) akan dialokasikan kembali ke bisnis Qantas di Australia dan Selandia Baru, dengan memanfaatkan 13 pesawat yang ada. Penutupan Jetstar Asia diperkirakan akan menimbulkan kerugian sekitar 175 juta dolar Australia (sekitar Rp 1,8 triliun) bagi Qantas.