Jetstar Asia Akhiri Penerbangan: Dampak dan Strategi Qantas Airways

Jetstar Asia Akhiri Penerbangan: Dampak dan Strategi Qantas Airways

Maskapai penerbangan bertarif rendah, Jetstar Asia, yang berbasis di Singapura, akan menghentikan operasinya secara permanen mulai 31 Juli 2025. Keputusan ini diumumkan oleh perusahaan induknya, Qantas Airways, sebagai respons terhadap tekanan biaya operasional yang meningkat dan persaingan ketat di pasar penerbangan regional.

Beroperasi selama dua dekade, Jetstar Asia telah menjadi pemain penting dalam menghubungkan berbagai kota di Asia Tenggara. Dengan armada 13 pesawat Airbus A320, maskapai ini melayani 16 rute penerbangan, termasuk beberapa destinasi populer di Indonesia seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Denpasar, dan Labuan Bajo.

Faktor-faktor Penentu Penutupan

Qantas Airways menyoroti bahwa Jetstar Asia menghadapi sejumlah tantangan signifikan yang mempengaruhi profitabilitasnya. Lonjakan biaya operasional, termasuk kenaikan harga bahan bakar, biaya layanan darat, dan tarif keamanan bandara di Singapura, menjadi faktor utama yang memberatkan maskapai. CEO Jetstar Group, Stephanie Tully, mengungkapkan bahwa Jetstar Asia hanya mencatatkan keuntungan selama enam tahun dari dua puluh tahun beroperasi.

Selain itu, persaingan dengan maskapai bertarif rendah lainnya di kawasan ini, seperti Scoot, AirAsia, dan VietJet, semakin memperburuk situasi keuangan Jetstar Asia. Tekanan persaingan ini membuat maskapai kesulitan untuk menghasilkan keuntungan yang sepadan dengan investasi yang diperlukan.

Jetstar Asia diperkirakan akan mengalami kerugian sebesar 35 juta dolar Australia (sekitar Rp 355 miliar) sebelum bunga dan pajak pada tahun buku yang berakhir 30 Juni 2025. Kerugian ini menjadi pertimbangan penting dalam keputusan Qantas Airways untuk menghentikan operasi Jetstar Asia.

Dampak di Indonesia dan Langkah Kementerian Perhubungan

Penutupan Jetstar Asia akan berdampak langsung pada layanan penerbangan di Indonesia. Kementerian Perhubungan telah mengkonfirmasi bahwa maskapai akan menghentikan seluruh layanannya di Indonesia pada 31 Juli 2025. Rute-rute yang terdampak termasuk Jakarta (CGK), Medan (KNO), Surabaya (SUB), Denpasar (DPS), dan Labuan Bajo (LBJ).

Menanggapi pengumuman ini, Kementerian Perhubungan telah meminta Jetstar Asia untuk segera mengirimkan surat resmi, merilis pengumuman publik, dan mengatur pengalihan penumpang serta pengembalian tiket. Maskapai juga diminta untuk menyelesaikan urusan teknis dan administrasi dengan pengelola bandara, AirNav, dan otoritas terkait lainnya.

Dampak Karyawan dan Relokasi Armada

Penutupan Jetstar Asia diperkirakan akan menyebabkan sekitar 500 karyawan kehilangan pekerjaan. Qantas Airways berkomitmen untuk memberikan pesangon dan dukungan pencarian kerja bagi karyawan yang terdampak. Perusahaan juga akan memberikan peluang kerja di dalam grup Qantas maupun maskapai lain.

Seluruh armada Jetstar Asia akan direlokasi ke Australia dan Selandia Baru. Enam pesawat akan menggantikan pesawat sewaan di Australia, empat akan digunakan untuk menggantikan armada tua Qantas, dua akan memperkuat kapasitas Jetstar Australia, dan satu akan dialokasikan ke Jetstar di Selandia Baru. Relokasi ini akan menciptakan lebih dari 100 lapangan kerja baru di kedua negara tersebut.

Reaksi Changi Airport dan Fokus Qantas Airways

Changi Airport Group menyatakan kekecewaannya atas keputusan Jetstar Asia, tetapi menghormati pertimbangan bisnis perusahaan. Jetstar Asia menyumbang sekitar 3 persen dari total lalu lintas penumpang Changi pada tahun 2024. Bandara Changi berencana untuk bekerja sama dengan maskapai lain untuk mengisi kekosongan kapasitas, termasuk pada empat rute unik yang sebelumnya hanya dilayani oleh Jetstar Asia.

Qantas Airways akan mengalihkan fokusnya untuk memperkuat operasi di pasar-pasar inti seperti Australia dan Selandia Baru. Perusahaan melihat permintaan penerbangan domestik dan internasional yang tetap tinggi sebagai peluang untuk pertumbuhan di masa depan.