Pertambangan di Pulau Kecil Ancam Ekosistem Laut: KKP Soroti Potensi Sedimentasi dan Kerusakan Lingkungan

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyoroti potensi dampak negatif aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil, khususnya di kawasan Raja Ampat, terhadap ekosistem laut. Salah satu ancaman utama yang diidentifikasi adalah sedimentasi.

Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan (DJPK) KKP, Ahmad Aris, menekankan bahwa lima pulau yang menjadi lokasi pertambangan di Raja Ampat termasuk dalam kategori pulau sangat kecil, sesuai dengan klasifikasi tiny island menurut Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS).

"Kelima pulau itu sebenarnya termasuk sebagai pulau-pulau kecil. Bahkan kategorinya adalah pulau sangat kecil," ujar Aris.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara tegas menyatakan bahwa kegiatan pertambangan bukanlah prioritas utama di wilayah tersebut. Bahkan, beleid tersebut melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil jika secara teknis terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan atau dampak sosial yang signifikan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga memperkuat larangan tersebut.

Sedimentasi yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan dapat mengganggu ekosistem laut dengan menutupi biota laut seperti terumbu karang dan lamun. Hal ini dapat merusak habitat penting bagi berbagai jenis ikan dan organisme laut lainnya.

Selain itu, ekosistem pesisir juga terancam, yang pada gilirannya dapat berdampak negatif pada mata pencaharian nelayan. Pesisir seringkali menjadi lokasi pemijahan ikan dan tempat penting bagi kegiatan wisata bahari.

Revisi Aturan Pertambangan di Pulau-Pulau Kecil

Aris menjelaskan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja tidak memberikan batasan yang jelas mengenai kewenangan KKP dalam memberikan izin dan rekomendasi, termasuk untuk kawasan hutan. Namun, dalam sistem Online Single Submission (OSS), Kementerian Kehutanan memiliki kewenangan untuk memberikan izin terkait kawasan hutan.

"Karena lokasi yang ditambang ini adalah semua kawasan hutan, jadi memang di dalam sistem OSS itu, untuk kawasan hutan itu kewenangannya ada di Kementerian Kehutanan, perizinannya. Kalau kami memberikan perizinannya di Areal Penggunaan Lainnya (APL)," jelas Aris.

Untuk mengatasi ketidakharmonisan kewenangan ini, KKP berencana untuk meninjau kembali peraturan terkait pulau-pulau kecil. Tujuannya adalah untuk menyelaraskan undang-undang yang ada dan memperjelas proses perizinan di pulau-pulau kecil.

"Mungkin ke depannya ini perlu dikoordinasikan dengan yang mengelola OSS, BKPM. Jadi ke depan KKP akan melakukan review terhadap peraturan yang terkait di pulau-pulau kecil. Supaya terjadi harmonisasi. Jadi jangan sampai undang-undang ini tidak sinkron antara undang-undang yang ada. Sehingga dengan seperti itu ke depan pulau-pulau kecil ini akan clear bisnis proses perizinannya," pungkas Aris.

Dampak Pertambangan yang disoroti KKP:

  • Sedimentasi yang mengancam biota laut (terumbu karang, lamun, dll)
  • Kerusakan ekosistem pesisir yang berdampak pada nelayan
  • Potensi gangguan pada lokasi pemijahan ikan

Upaya yang akan dilakukan KKP:

  • Review peraturan terkait pulau-pulau kecil
  • Koordinasi dengan pengelola OSS dan BKPM
  • Harmonisasi undang-undang terkait perizinan