Oknum Polisi di NTT Diduga Lecehkan Korban Pemerkosaan, Menteri PPPA Angkat Bicara

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menyatakan keprihatinannya atas dugaan tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang anggota kepolisian terhadap korban pemerkosaan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kasus ini mencuat setelah viral di media sosial, memicu reaksi keras dari berbagai pihak.

Arifah Fauzi sangat menyayangkan insiden tersebut, terutama karena pelaku adalah aparat penegak hukum yang seharusnya melindungi masyarakat. “Kami menyampaikan keprihatinan mendalam atas kekerasan seksual yang dialami korban. Sangat disesalkan tindakan dugaan kekerasan seksual ini dilakukan oleh aparat penegak hukum,” ujarnya dalam keterangan resmi.

Kementerian PPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi NTT dan Kabupaten Sumba Barat Daya untuk memberikan pendampingan psikologis dan hukum kepada korban. Arifah menegaskan komitmennya untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, memastikan pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

"Kami akan memberikan pendampingan kepada korban, baik secara psikologis maupun hukum," tegasnya. Ia menambahkan bahwa KemenPPPA mengutuk keras segala bentuk kekerasan seksual, terutama yang terjadi di fasilitas layanan publik. Selama ini, KemenPPPA aktif menyerukan perlindungan bagi semua, khususnya perempuan dan anak-anak.

Arifah juga menekankan pentingnya peran aktif seluruh elemen masyarakat, termasuk instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat umum, dalam menciptakan ruang layanan yang aman dan diawasi dengan baik. Menurutnya, pelaku telah melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

Kasus ini bermula dari laporan seorang perempuan berinisial MML (25) yang menjadi korban pemerkosaan. Saat melapor ke Polsek Wewewa Selatan, ia diduga mengalami pelecehan seksual oleh Aipda PS, seorang anggota polisi di polsek tersebut. Unggahan tentang kejadian ini kemudian viral di Facebook, memicu kemarahan publik.

Kapolres Sumba Barat Daya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Harianto Rantesalu, membenarkan adanya laporan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri oleh Aipda PS. Saat ini, Aipda PS telah ditahan khusus oleh Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sumba Barat Daya selama 30 hari ke depan, sambil menunggu proses sidang kode etik.

"Aipda PS telah dikenakan penahanan khusus oleh Seksi Propam Polres Sumba Barat Daya terhitung sejak hari ini, untuk jangka waktu 30 hari ke depan, sambil menunggu proses sidang Kode Etik Profesi Polri," kata Harianto.

Kasus ini menjadi sorotan tajam dan memicu desakan agar aparat penegak hukum bertindak tegas dan transparan dalam menangani kasus kekerasan seksual, serta memastikan perlindungan maksimal bagi korban.