Kebijakan Parkir Resmi Surabaya: Apresiasi Warga dan Urgensi Pengawasan

Penerapan kebijakan juru parkir (jukir) resmi berseragam di Surabaya, yang diinisiasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot), menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Kendati mendapat apresiasi atas upaya penertiban, warga menekankan perlunya pengawasan ketat untuk memastikan efektivitas dan mencegah potensi penyimpangan.

Salah seorang warga Surabaya, Kayla, mengungkapkan dukungannya terhadap langkah Wali Kota Eri Cahyadi. Ia menilai bahwa kebijakan ini merupakan langkah positif dalam menata sistem perparkiran di kota. Namun, Kayla juga menyoroti potensi ketidakefektifan sanksi penyegelan lahan parkir bagi tempat usaha yang tidak patuh.

"Jika lahan parkir disegel, sementara di sekitar minimarket masih terdapat lahan kosong, jukir liar berpotensi untuk kembali beroperasi di area tersebut. Hal ini tentu mengurangi dampak positif dari penindakan yang dilakukan," ujarnya.

Kayla juga menekankan pentingnya sinergi antara Pemkot Surabaya dan pengelola toko modern dalam memberantas praktik parkir liar. Menurutnya, dukungan infrastruktur dari Pemkot juga krusial untuk keberhasilan implementasi kebijakan ini.

"Optimalisasi kebijakan ini membutuhkan kerjasama yang baik antara pengelola minimarket dan Pemkot. Pemkot juga perlu memberikan dukungan dari segi infrastruktur," imbuhnya.

Lebih lanjut, Kayla menyoroti perlunya pengawasan berkelanjutan terhadap jukir resmi. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat tidak dipungut biaya parkir di luar ketentuan yang berlaku.

"Jika jukir resmi tetap memungut biaya parkir tambahan, potensi praktik kecurangan akan tetap ada. Pengawasan dari pihak minimarket mungkin terbatas, dan meskipun ada imbauan parkir gratis, potensi penyalahgunaan tetap terbuka," jelasnya.

Di sisi lain, Adrian, warga Surabaya lainnya, mengkritisi efektivitas penyegelan lahan parkir. Ia berpendapat bahwa tindakan tersebut justru menimbulkan masalah baru.

"Penyegelan lahan parkir dapat menyebabkan kendaraan parkir di bahu jalan atau trotoar, yang berpotensi menimbulkan kemacetan dan ketidaktertiban. Selain itu, hal ini juga dapat berdampak pada penurunan pendapatan toko modern dan membuat warga ragu untuk berbelanja," paparnya.

Kasus penyegelan minimarket di Jalan Dharmahusada menjadi contoh konkret dari dampak kebijakan ini. Meskipun minimarket tersebut tetap beroperasi, pengunjung terlihat enggan memarkirkan kendaraannya di lahan yang disegel, memilih untuk parkir di pinggir jalan.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam implementasi kebijakan ini adalah:

  • Sinergi: Keterlibatan aktif dan sinergi antara Pemkot Surabaya, pengelola toko modern, dan masyarakat sangat penting.
  • Pengawasan: Pengawasan berkelanjutan terhadap jukir resmi diperlukan untuk mencegah praktik pungutan liar dan memastikan kepatuhan terhadap aturan.
  • Infrastruktur: Pemkot perlu menyediakan infrastruktur pendukung yang memadai untuk menunjang sistem perparkiran yang tertib dan teratur.
  • Sosialisasi: Sosialisasi yang efektif kepada masyarakat tentang hak dan kewajiban terkait parkir gratis di minimarket perlu ditingkatkan.
  • Penegakan Hukum: Penegakan hukum yang tegas terhadap jukir liar dan pelanggaran terkait parkir lainnya perlu dilakukan secara konsisten.

Dengan implementasi yang cermat dan pengawasan yang ketat, kebijakan juru parkir resmi diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam menciptakan sistem perparkiran yang lebih baik dan nyaman bagi masyarakat Surabaya.