Serikat Pekerja Soroti Efektivitas Subsidi Upah Pemerintah
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyoroti efektivitas Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang digulirkan pemerintah. Bantuan sebesar Rp 600.000 yang dialokasikan untuk dua bulan (Juni-Juli) bagi buruh, guru, dan tenaga honorer dinilai belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi kelompok pekerja tersebut.
Menurut Said Iqbal, pemberian BSU hanyalah solusi instan yang berorientasi pada peningkatan angka pertumbuhan ekonomi semata, tanpa memperhatikan kualitasnya. Ia memprediksi, setelah periode dua bulan tersebut, daya beli buruh akan kembali merosot. "Kebijakan seperti ini tidak memberikan dampak struktural yang berkelanjutan terhadap konsumsi," tegasnya.
KSPI mendesak pemerintah untuk menaikkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) secara signifikan. Saat ini, PTKP berada di angka Rp 4,5 juta per bulan, dan KSPI mengusulkan kenaikan menjadi Rp 7,5 juta atau bahkan Rp 10 juta per bulan. Kenaikan PTKP ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan bersih buruh, sehingga daya beli mereka juga meningkat.
"Jika konsumsi meningkat, maka daya beli akan terdongkrak, dan pertumbuhan ekonomi dapat melampaui 5%. Kenaikan PTKP juga akan berdampak positif pada penyerapan tenaga kerja dan mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK)," ungkap Said Iqbal.
Selain itu, KSPI mengkritik mekanisme penyaluran BSU yang hanya menyasar pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan. Menurut KSPI, jutaan buruh tidak terdaftar sebagai peserta BPJS bukan karena kesalahan mereka, melainkan karena kelalaian atau pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Jika pemerintah hanya fokus pada kelompok yang terdaftar di BPJS, maka BSU tidak akan menjangkau mayoritas buruh yang rentan dan membutuhkan bantuan.
KSPI juga menyoroti pentingnya pengawasan dan transparansi dalam penyaluran dana BSU. Dengan anggaran sebesar Rp 10 triliun, akuntabilitas menjadi krusial. KSPI mendesak agar dana BSU disalurkan langsung dari rekening Kementerian Keuangan ke rekening penerima manfaat, tanpa melalui perantara seperti Kementerian Ketenagakerjaan atau BPJS Ketenagakerjaan.
"Tidak perlu ada penyaluran secara tunai. Semuanya harus ditransfer langsung ke rekening penerima untuk meminimalisir potensi penyelewengan," tegasnya.
KSPI berpendapat bahwa pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan BSU dan mencari solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif.