Pertimbangkan Aspek Ini Sebelum Membeli Mobil Listrik, Jangan Hanya Nilai Jual Kembali!
Fenomena penurunan harga jual kembali (resale value) mobil listrik menjadi perhatian serius bagi calon konsumen. Yannes Martinus Pasaribu, seorang pakar otomotif dan akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), memberikan perspektif penting terkait hal ini. Menurutnya, calon pembeli mobil listrik sebaiknya tidak menjadikan resale value sebagai faktor utama dalam pengambilan keputusan.
Pasaribu menjelaskan bahwa fokus utama seharusnya beralih ke aspek teknologi dan efisiensi biaya operasional yang ditawarkan oleh mobil listrik. Ia menganalogikan pembelian mobil listrik seperti membeli perangkat teknologi canggih seperti smartphone atau komputer berperforma tinggi. Cara pandang ini memerlukan perubahan paradigma dari konsumen, yang selama ini terbiasa mempertimbangkan resale value pada mobil konvensional.
"Sudah saatnya calon konsumen mobil listrik tidak lagi menjadikan resale value sebagai faktor penentu utama seperti ketika membeli mobil konvensional," ujar Yannes.
Depresiasi harga yang tinggi pada mobil listrik, menurut Pasaribu, adalah konsekuensi yang wajar untuk mendapatkan akses ke teknologi terbaru dengan biaya operasional yang jauh lebih rendah. Hal ini berbeda dengan mobil konvensional (Internal Combustion Engine/ICE) yang nilai jualnya cenderung lebih stabil.
Anjloknya Harga Mobil Listrik Bekas
Data di pasar mobil bekas menunjukkan penurunan signifikan pada harga mobil listrik. Sebagai contoh:
- Hyundai Ioniq 5 (2023): Tipe Signature Long Range bekas ditawarkan sekitar Rp 460 juta, padahal harga barunya mencapai Rp 844,6 juta. Terjadi depresiasi sekitar 55% dalam waktu 2,5 tahun.
- Kia EV6 GT Line (2023): Harga bekasnya berada di kisaran Rp 775 juta, sementara harga baru mencapai Rp 1,349 miliar. Penurunan harga mencapai 57,5% dalam 2,5 tahun.
- Wuling Air ev (2023): Varian Long Range bekas ditawarkan dengan harga Rp 155 juta, padahal harga barunya sekitar Rp 299,5 juta. Depresiasi harga mencapai 51,75% dalam 2 tahun.
Sebagai perbandingan, mobil konvensional umumnya mengalami depresiasi sekitar 15-25% pada tahun pertama, dan 10-15% pada tahun-tahun berikutnya. Perbedaan yang signifikan ini menunjukkan bahwa pasar mobil listrik masih dalam tahap perkembangan dan penyesuaian.
Pasaribu menekankan bahwa calon konsumen perlu memahami dinamika pasar mobil listrik yang berbeda dengan mobil konvensional. Dengan mempertimbangkan faktor teknologi, efisiensi, dan perubahan paradigma terkait resale value, konsumen dapat membuat keputusan yang lebih bijak dan sesuai dengan kebutuhan mereka.