Lesunya Pariwisata Yogyakarta: Malioboro Lengang, Hotel Berjuang di Tengah Libur Idul Adha

Yogyakarta, kota yang dikenal dengan denyut nadi pariwisatanya, kini tengah menghadapi tantangan. Libur Idul Adha yang seharusnya menjadi momentum peningkatan kunjungan, justru menghadirkan pemandangan yang kontras. Kawasan Malioboro, ikon wisata Yogyakarta, terlihat lebih sepi dari biasanya, membuat para pedagang dan kusir andong mengeluhkan penurunan pendapatan.

Kondisi ini diperparah dengan data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY yang mencatat penurunan tingkat hunian hotel selama periode libur Idul Adha. Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan bahwa okupansi hotel di seluruh DIY hanya berkisar antara 20% hingga 40% antara tanggal 5 hingga 9 Juni 2025. Angka ini jauh di bawah capaian Idul Adha tahun sebelumnya yang mencapai 50%, meskipun libur tahun ini lebih panjang.

Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk menurunnya daya beli masyarakat dan banyaknya long weekend di semester pertama tahun 2025. Deddy menjelaskan bahwa masyarakat cenderung memprioritaskan pengeluaran mereka, dan banyak yang telah memanfaatkan libur Waisak pada bulan Mei lalu untuk berwisata. "Daya beli masyarakat turun tahun ini dan banyak yang wisata di libur Waisak bulan Mei lalu. Waisak saja yang rata-rata bisa 70% tapi sayang tidak merata di semua daerah DIY," ujarnya.

Selain itu, libur sekolah yang bersamaan dengan Idul Adha juga belum memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan okupansi hotel. Reservasi masih stagnan di angka 25% hingga 30%, yang menurut Deddy, dipengaruhi oleh larangan study tour dari beberapa daerah.

Menyikapi situasi ini, PHRI DIY berupaya untuk mendongkrak kembali tingkat hunian hotel dengan mengadakan table top di Malang, Jawa Timur pada tanggal 10 Juni 2025. Acara ini melibatkan 75 buyer potensial dari Jatim, termasuk biro perjalanan dan instansi pemerintah, serta 60 seller dari DIY yang terdiri dari hotel, restoran, produsen oleh-oleh, dan pengelola destinasi wisata.

"Table top adalah upaya kita untuk mengenalkan produk kita dan mengajak untuk berkunjung dan stay di DIY, alhamdulillah ada beberapa yang deal transaksi reservasi," terang Deddy.

Senada dengan PHRI DIY, Public Relation Officer Riss Hotel Malioboro, Anindita Herdiani, mengakui adanya penurunan tingkat hunian jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, meskipun ia tidak menyebutkan persentase penurunannya. "Untuk periode Idul Adha tahun ini memang ada sedikit perbedaan dengan tahun kemarin. Kami agak turun beberapa persen," ujarnya.

Namun, tidak semua hotel mengalami nasib yang sama. Public Relations Manager Hotel Tentrem Yogyakarta, Venta Pramushanti, justru melaporkan peningkatan tingkat hunian di hotelnya. "Mencapai 80% di tanggal 6 dan 7 Juni 2025. Tingkat hunian meningkat, dari rata-rata di 63%. Dibandingkan tahun 2024, lebih tinggi. Tahun lalu Idul Adha di kisaran 67% saja," jelasnya. Venta menambahkan bahwa jatuhnya hari libur di hari Jumat juga menjadi faktor pendorong peningkatan tersebut.

Kondisi ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata Yogyakarta tengah menghadapi dinamika yang kompleks. Meskipun ada tantangan, upaya terus dilakukan untuk menarik kembali wisatawan dan menghidupkan kembali geliat ekonomi di kota gudeg ini.