Prioritaskan Jaminan Sosial Pekerja Informal, Wacana 'BPJS Hewan' Tuai Kritik

Wacana mengenai program jaminan kesehatan hewan peliharaan, yang dikenal dengan istilah 'BPJS Hewan' oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menuai sorotan tajam. Kalangan pengamat jaminan sosial menilai bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus pada pemenuhan hak-hak pekerja informal, terutama terkait jaminan sosial dan keselamatan kerja, sebelum meluncurkan program yang diperuntukkan bagi hewan.

Timboel Siregar, Koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch, menyatakan bahwa ide 'BPJS Hewan' sebagai bentuk apresiasi terhadap makhluk hidup patut diapresiasi. Namun, ia menekankan pentingnya menetapkan skala prioritas yang jelas. Menurutnya, jika program ini dibiayai oleh APBD DKI Jakarta, sebaiknya ditunda dan dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja informal yang rentan.

"Pemerintah DKI Jakarta sudah menjamin Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) untuk pekerja informal miskin?" tanya Timboel. Ia menyoroti bahwa masih banyak pekerja informal yang belum terlindungi dari risiko kerja, padahal program jaminan sosial bagi mereka sangat penting. Ia juga menyinggung beberapa pemerintah daerah lain yang telah memberikan jaminan sosial bagi pekerja informal.

Timboel menambahkan, dengan iuran yang relatif kecil, sekitar Rp 16.800 per bulan per orang, pemerintah seharusnya mampu memberikan jaminan sosial yang memadai bagi pekerja informal. Jaminan ini akan memberikan santunan sebesar Rp 42 juta jika pekerja meninggal dunia, dan menanggung biaya pengobatan jika terjadi kecelakaan kerja.

Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, menganggap wacana 'BPJS Hewan' sebagai topik yang menarik untuk didiskusikan. Namun, ia mengingatkan bahwa BPJS Kesehatan memiliki landasan hukum yang jelas, yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS Ketenagakerjaan, yang mengatur tentang jaminan sosial bagi penduduk Indonesia.

Rizzky menjelaskan bahwa jika ada program di luar mandat yang telah ditetapkan dalam undang-undang, perlu dilakukan kajian mendalam yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, OJK, pakar, praktisi, dan pemangku kepentingan lainnya.

Perlu diketahui bahwa program 'BPJS Hewan' yang diusulkan tidak menggunakan mekanisme BPJS Kesehatan secara harfiah. Istilah 'BPJS' hanya digunakan sebagai terminologi untuk menggambarkan skema bantuan yang akan diberikan berupa subsidi atau potongan harga layanan kesehatan hewan bagi pemilik yang kurang mampu. Program ini masih dalam tahap perancangan dan memerlukan pembahasan lebih lanjut sebelum dapat diimplementasikan.

Daftar isu yang menjadi perhatian:

  • Prioritas pemerintah daerah dalam mengalokasikan anggaran.
  • Kebutuhan jaminan sosial bagi pekerja informal.
  • Landasan hukum dan regulasi BPJS Kesehatan.
  • Skema program 'BPJS Hewan' yang masih dalam tahap perancangan.