Bali Perketat Pengawasan Penggunaan Plastik di Pasar Tradisional
Pemerintah Provinsi Bali meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan plastik sekali pakai di pasar tradisional. Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan bahwa intensifikasi ini dilakukan melalui Tim Pembatasan Penggunaan Plastik Sekali Pakai (PSP) dan pengelolaan sampah berbasis sumber (PSBS).
Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang pembatasan penggunaan plastik sekali pakai telah berhasil diterapkan di pusat perbelanjaan modern, hotel, dan restoran. Namun, implementasinya di pasar tradisional masih belum optimal. Koster menyoroti masih banyaknya penggunaan tas kresek, sedotan plastik, dan minuman kemasan plastik di pasar-pasar tradisional.
"Komitmen di pasar tradisional menurun. Penggunaan tas kresek semakin meningkat. Kita harus mengintensifkan pengawasan dan bekerja keras. Tidak ada kompromi dalam pembatasan penggunaan plastik sekali pakai," tegas Koster.
Pemerintah Provinsi Bali berupaya menegakkan aturan ini mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Tim PSP dan PSBS, yang terdiri dari 11 kelompok kerja dan 12 sektor di bawah koordinasi 10 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Bali, akan memimpin upaya ini. Tim tersebut bertugas menyusun peta jalan pelaksanaan program dan melaporkan perkembangan setiap bulan.
Koster meminta seluruh tim bekerja cepat, menetapkan target bulanan yang terukur, dan bersinergi untuk mencapai hasil nyata. Tujuannya adalah menanggulangi masalah sampah di Bali dan menciptakan lingkungan yang bersih dan indah.
Luh Riniti Rahayu, koordinator tim, mengakui bahwa pedagang dan pembeli di pasar tradisional masih banyak menggunakan tas kresek untuk membungkus dan membawa barang belanjaan. Laporan dari Tim PSP dan PSBS menunjukkan bahwa timbunan sampah harian di Bali mencapai 3.436 ton, dengan komposisi 64,86 persen sampah organik dan 17,25 persen sampah plastik.
"Kesadaran masyarakat dalam memilah sampah dari sumber masih rendah. Kurangnya kepedulian dan pemahaman aparat desa terhadap Peraturan Gubernur juga menjadi penyebab belum optimalnya implementasi di lapangan," ungkap Riniti.
Dari 716 desa/kelurahan di Bali, hanya 290 desa yang memiliki Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R). Bahkan, dari 290 TPS3R yang ada, 90 persen masih menghadapi masalah terkait kapasitas, tata kelola, sumber daya manusia, dan anggaran.