Kemenhub Pertimbangkan Kereta Gantung Sebagai Solusi Integrasi LRT Jabodebek dan MRT Jakarta
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sedang melakukan studi mendalam untuk menentukan moda transportasi pengumpan (feeder) yang paling efektif dalam mengintegrasikan jaringan LRT Jabodebek dan MRT Jakarta. Salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan secara serius adalah penggunaan teknologi kereta gantung atau skytrain.
Wakil Menteri Perhubungan, Suntana, menjelaskan bahwa saat ini Kemenhub berada dalam tahap penyusunan Detail Engineering Design (DED) untuk menentukan jenis feeder yang paling sesuai. Menurutnya, berbagai opsi sedang dievaluasi, termasuk penggunaan skytrain. Pertimbangan utama dalam pemilihan moda feeder ini adalah ketersediaan lahan, efisiensi biaya, dan dampak lingkungan.
"Kita akan melihat opsi yang paling efisien, dengan biaya yang terjangkau, dan yang terpenting, ketersediaan lahan yang memadai. Selain itu, aspek lingkungan juga menjadi prioritas utama. Tujuannya adalah agar masyarakat tertarik untuk menggunakan transportasi umum," ujar Suntana di sela-sela acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta.
Rencana penyediaan feeder untuk MRT Jakarta menjadi salah satu proyek yang ditawarkan Kemenhub kepada investor dalam gelaran ICI 2025. Proyek ini direncanakan akan menghubungkan Rawa Buntu ke Stasiun MRT Lebak Bulus melalui Pondok Cabe, dengan total panjang lintasan mencapai 22,6 km. Studi menunjukkan bahwa perjalanan dari Rawa Buntu ke Lebak Bulus dapat ditempuh dalam waktu sekitar 23,36 menit, dengan total 12 stasiun feeder di sepanjang jalur tersebut.
Estimasi belanja modal (capex) untuk proyek ini mencapai US$ 1,25 miliar, yang mencakup pengembangan infrastruktur, pengadaan sarana perkeretaapian, dan pembebasan lahan. Dalam dokumen yang sama, hanya feeder untuk MRT Jakarta yang ditawarkan kepada investor. Sementara itu, rencana pembangunan feeder LRT Jabodebek dari Jonggol ke Stasiun LRT Harjamukti belum masuk dalam penawaran saat ini.
"Kami tidak membatasi diri hanya pada MRT atau LRT. Kami akan melihat situasinya nanti," kata Suntana.
Menteri Perhubungan sebelumnya, Dudy Purwagandhi, juga pernah menyampaikan rencana penggunaan skytrain sebagai feeder untuk LRT dan MRT. Alasan utama pemilihan skytrain adalah karena minimnya kebutuhan lahan serta biaya pembangunan dan operasional yang relatif lebih rendah. Selain itu, skytrain dinilai lebih fleksibel dalam menjangkau berbagai kawasan permukiman.
Rute yang direncanakan untuk skytrain feeder LRT Jabodebek adalah dari Stasiun LRT Harjamukti ke Mekarsari, sementara untuk skytrain feeder MRT akan menghubungkan Stasiun MRT Lebak Bulus ke ICE BSD.
Sekretaris Jenderal Kemenhub, Antoni Arif Priadi, menambahkan bahwa skytrain akan menjadi proyek unggulan non-APBN atau kemitraan yang dikembangkan Kemenhub tahun ini. Proyek ini akan dikerjasamakan dengan pihak swasta. Selain Jakarta, skytrain juga direncanakan akan dibangun di beberapa kota besar lainnya. Menurutnya, proyek ini dapat menyediakan transportasi massal yang terjangkau karena membutuhkan lahan yang relatif kecil untuk pembangunan infrastrukturnya.
"Ada beberapa kabupaten/kota yang lahannya akan digunakan untuk proyek ini. Tidak perlu lahan yang luas, cukup menggunakan tiang di pinggir jalan. Ini adalah salah satu cara untuk menghindari pembebasan lahan yang besar," jelas Antoni.
Dalam paparannya, Antoni menyebutkan bahwa proyek ini akan diuji coba terlebih dahulu di Jakarta sebagai feeder untuk MRT dan LRT. Untuk feeder MRT, rencana trase adalah dari Stasiun Lebak Bulus ke Bintaro, sedangkan untuk LRT, rencana trase adalah dari Stasiun Harjamukti ke Kota Wisata.