Indonesia Perkuat Payung Hukum Keanekaragaman Hayati Pasca Kesepakatan Dana Global di COP16
Indonesia Perkuat Payung Hukum Keanekaragaman Hayati Pasca Kesepakatan Dana Global di COP16
Momentum kesepakatan pendanaan global untuk keanekaragaman hayati (kehati) di Konferensi Para Pihak ke-16 (COP16) di Roma, Italia, mendorong pemerintah Indonesia untuk memperkuat perlindungan kehati melalui jalur hukum yang lebih kokoh. Usai pertemuan internasional tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) kini tengah menggodok Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum bagi Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP). Langkah ini diyakini krusial untuk mewujudkan target nasional dalam pelestarian kehati hingga 2030.
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan KLH, Rasio Ridho Sani, menjelaskan bahwa penyusunan Perpres IBSAP ini menjadi prioritas utama. Perpres tersebut akan menjadi landasan bagi pembangunan kelembagaan kehati yang lebih kuat dan terstruktur. Proses penyusunan melibatkan koordinasi intensif antar kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan payung hukum yang komprehensif dan efektif. “Kami tengah berkolaborasi dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk merumuskan Perpres IBSAP. Tujuannya adalah membangun sistem kelembagaan kehati yang lebih robust dan berkelanjutan,” ungkap Roy, sapaan akrab Rasio, dalam wawancara di kantor KLH Jakarta Timur, Senin (10/3/2025).
Lebih lanjut, Roy menjelaskan bahwa dukungan pendanaan global yang disepakati di COP16 akan dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung implementasi IBSAP, khususnya dalam mencapai target strategi nasional. Indonesia, sebagai koordinator IBSAP dan national focal point, memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola pendanaan ini dengan transparan dan akuntabel. “Pendanaan yang diperoleh dari COP16 akan menjadi katalis percepatan implementasi IBSAP. Sebagai national focal point, kami berkomitmen untuk menggunakan dana tersebut secara efisien dan efektif demi keberhasilan program kehati nasional,” tegas Roy.
Selain memperkuat payung hukum, KLH juga fokus pada penguatan skema akses dan pembagian hasil pemanfaatan biodiversitas. Hal ini penting untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan dalam pengelolaan sumber daya hayati Indonesia. Kesepakatan di COP16 menjadi angin segar setelah pertemuan sebelumnya di Kolombia pada Oktober 2024 menemui jalan buntu dalam hal kesepakatan kontribusi dana, mekanisme pengumpulan, dan pengawasan. Keberhasilan COP16 ini sangat berarti mengingat urgensi perlindungan kehati yang semakin mendesak.
Data dari WWF menunjukkan penurunan populasi satwa liar vertebrata hingga 73 persen sejak 1970, yang menjadi indikator nyata atas krisis kehati global. Hal ini semakin menggarisbawahi pentingnya langkah-langkah konkret dan terintegrasi, termasuk penguatan regulasi dan pengelolaan pendanaan yang efektif, untuk menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia dan berkontribusi pada upaya global dalam pelestarian alam.
Langkah-langkah strategis yang diambil pemerintah Indonesia ini diharapkan dapat memberikan dampak signifikan dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati. Kolaborasi antar kementerian dan lembaga, serta transparansi dalam pengelolaan dana, menjadi kunci keberhasilan implementasi IBSAP dan terwujudnya Indonesia sebagai negara yang berkomitmen tinggi terhadap pelestarian alam.