Polisi Gagalkan Penyelundupan Ratusan Ribu Benih Lobster Ilegal di Bandara Soekarno-Hatta

Petugas Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandara Soekarno-Hatta berhasil menggagalkan upaya penyelundupan ratusan ribu benih bening lobster (BBL) yang diduga akan dikirim secara ilegal ke luar negeri. Sebanyak 171.880 BBL disita dari empat koli yang disiapkan untuk penerbangan internasional.

Penangkapan ini dilakukan setelah pihak kepolisian menerima informasi dari masyarakat dan melakukan penyelidikan intensif, termasuk pemantauan melalui kamera pengawas (CCTV) dan pemeriksaan daftar pengiriman barang di gudang kargo bandara. Menurut keterangan Kapolres Bandara Soekarno-Hatta, Kombes Pol. Ronald Sipayung, barang bukti tersebut rencananya akan dikirim ke Vietnam melalui Batam dan Singapura.

"Benih-benih lobster ini rencananya akan diselundupkan ke luar negeri melalui transit di Batam," ujar Kombes Pol. Ronald Sipayung dalam konferensi pers yang digelar di Mapolresta Bandara Soekarno-Hatta.

Modus operandi yang digunakan pelaku adalah dengan mengemas benih lobster jenis pasir dan mutiara ke dalam 164 kantong plastik. Empat koli yang disita terdiri dari tiga koli berisi benih lobster dan satu koli yang digunakan untuk mengelabui petugas.

Dalam operasi tersebut, polisi berhasil mengamankan tujuh tersangka dengan inisial RK, AH, JS, WW, DS, RS, dan AN. Masing-masing tersangka memiliki peran berbeda dalam jaringan penyelundupan ini. Dua di antaranya merupakan petugas keamanan (Avsec) yang bertugas di pergudangan kargo bandara, sementara lima lainnya berperan sebagai pengumpul, pengemas, dan pengirim benih lobster hingga ke bandara.

"Tujuh tersangka telah ditahan di rutan Polres Bandara Soekarno-Hatta sejak tanggal 5 Juni 2025," ungkap Ronald.

Dengan menggagalkan penyelundupan ini, negara berhasil diselamatkan dari potensi kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 9,3 miliar. Perhitungan ini didasarkan pada asumsi harga jual setiap benih lobster sebesar Rp 54.000.

Para tersangka akan dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, termasuk:

  • Pasal 92 Jo Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, dengan ancaman pidana penjara paling lama delapan tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
  • Pasal 88 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
  • Pasal 87 Jo Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan pidana denda paling banyak Rp 3 miliar.

Kasus ini menjadi bukti keseriusan aparat penegak hukum dalam memberantas praktik ilegal yang merugikan negara dan mengancam kelestarian sumber daya alam.