KKP Soroti Potensi Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Nikel di Raja Ampat
KKP: Aktivitas Tambang di Pulau-Pulau Kecil Ancam Ekosistem Laut Raja Ampat
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait aktivitas penambangan di pulau-pulau kecil, khususnya di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. KKP menyoroti potensi kerusakan ekosistem laut akibat sedimentasi yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan.
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Ahmad Aris, menjelaskan bahwa sedimentasi yang terjadi akibat aktivitas pertambangan dapat berdampak signifikan pada kesehatan lingkungan laut. Proses sedimentasi ini terjadi ketika air hujan membawa sedimen dari daratan ke laut, yang kemudian dapat menutupi terumbu karang, lamun, dan habitat penting lainnya. Dampak dari sedimentasi ini mungkin tidak langsung terlihat, namun dalam jangka panjang, dapat mengganggu kehidupan laut dan merusak kawasan pesisir secara keseluruhan.
"Prosesnya memang membutuhkan waktu, tetapi dampaknya sangat serius. Apalagi jika arus dan gelombang membawa sedimen tersebut ke zona terumbu karang," ujar Aris.
Kerusakan ekosistem pesisir ini, menurut Aris, juga akan berdampak negatif pada masyarakat sekitar yang bergantung pada sumber daya laut. Kawasan pesisir merupakan tempat penting bagi pemijahan ikan, kegiatan bahari, dan pariwisata. Jika ekosistem ini rusak, maka mata pencaharian masyarakat dan potensi ekonomi wilayah tersebut juga akan terancam.
"Di sana ada koral, lamun, ikan, dan sebagainya. Itu semua akan terdampak jika kegiatan pertambangan tidak dikendalikan dengan baik," tegasnya.
Kewenangan Perizinan Tambang
Aris menjelaskan bahwa KKP tidak memiliki kewenangan dalam memberikan izin tambang di pulau-pulau kecil. Dalam sistem Online Single Submission (OSS), perizinan wilayah seperti Raja Ampat masuk dalam kategori kawasan hutan, bukan pesisir. Kewenangan penuh atas perizinan tersebut berada di Kementerian Kehutanan, sementara KKP hanya berwenang jika lahan yang digunakan termasuk dalam Area Penggunaan Lain (APL).
Lebih lanjut, Aris menekankan pentingnya memperhatikan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dalam pemberian izin tambang. Undang-undang tersebut mengatur bahwa kegiatan pertambangan bukanlah prioritas utama di wilayah pesisir dan pulau kecil. Seharusnya, ada sembilan jenis kegiatan lain yang diprioritaskan sebelum pertambangan diizinkan, dan pertambangan baru dapat dilakukan jika ruang untuk kegiatan lain sudah terpenuhi.
Pencabutan Izin Tambang
Sebelumnya, pemerintah telah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat karena perusahaan-perusahaan tersebut dinilai melanggar ketentuan lingkungan hidup. Pencabutan izin ini dilakukan atas arahan Presiden Prabowo Subianto, setelah melalui rapat terbatas dan koordinasi lintas kementerian serta pemerintah daerah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa keputusan pencabutan izin ini sangat penting untuk menjaga kelestarian Raja Ampat sebagai kawasan geowisata prioritas. Pemerintah memberikan perhatian khusus agar Raja Ampat tetap menjadi destinasi wisata dunia yang lestari.
Implikasi Lingkungan dan Ekonomi
Kasus Raja Ampat ini menjadi sorotan penting terkait keseimbangan antara kegiatan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Eksploitasi sumber daya alam, seperti nikel, memang dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, namun juga berpotensi merusak ekosistem laut yang berharga. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kegiatan pertambangan dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan.
Pengendalian yang ketat terhadap aktivitas pertambangan, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran lingkungan, dan upaya rehabilitasi ekosistem yang rusak menjadi kunci untuk menjaga kelestarian Raja Ampat dan wilayah pesisir lainnya di Indonesia. Selain itu, penting juga untuk melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam, sehingga kepentingan ekonomi dan lingkungan dapat berjalan seimbang.
Daftar Kegiatan Prioritas di Pesisir dan Pulau Kecil (Sesuai UU No. 27 Tahun 2007):
- Konservasi
- Pendidikan dan pelatihan
- Penelitian dan pengembangan
- Perikanan tangkap dan budidaya
- Pengolahan hasil perikanan
- Pariwisata bahari
- Transportasi
- Industri maritim
- Energi dan sumber daya mineral (dengan prioritas rendah)