Tragedi Sanur, DPR Soroti Kelemahan Sistem Keselamatan Pelayaran Nasional
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia mendesak dilakukannya evaluasi komprehensif terhadap sistem keselamatan pelayaran di seluruh wilayah perairan Indonesia. Desakan ini muncul sebagai respons langsung terhadap insiden terbaliknya kapal di perairan Sanur, Bali, yang terjadi pada hari Rabu, 4 Juni 2025.
Anggota Komisi V DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, menyoroti bahwa permasalahan keselamatan pelayaran melibatkan berbagai aspek krusial. Hal tersebut mencakup kelayakan teknis kapal, kompetensi sumber daya manusia (SDM) yang bertugas menjaga keamanan di laut dan pantai, serta efektivitas manajemen keselamatan secara keseluruhan. Menurutnya, standar kelayakan kapal harus benar-benar sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan, seperti notasi A101T, A101P, A101 L, dan A101 T, yang disesuaikan dengan jarak pelayaran dan rute terhadap daratan terdekat.
Bambang Haryo menambahkan bahwa sistem manajemen keselamatan juga harus mengacu pada standar internasional yang diakui, seperti yang ditetapkan oleh International Maritime Organization (IMO) dan Safety of Life at Sea (SOLAS), atau standar domestik seperti Non-Convention Vessel Standard (NCVS). Namun, ia menekankan bahwa kesiapsiagaan eksternal dari lembaga penyelamat negara, seperti Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas), Polisi Air dan Udara (Polairud), dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), juga sangat penting.
Ia mencontohkan negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, bahkan Filipina dan Thailand, yang secara aktif mengawasi kawasan wisata bahari mereka dengan coast guard atau tim penyelamat resmi. Di Indonesia, ia menyayangkan bahwa penyelamatan seringkali masih mengandalkan nelayan setempat, seperti yang terjadi pada insiden KM Sinar Bangun di Danau Toba, KM Tiga Putra di Bengkulu, dan KM Raja Bintang 02 di Labuan Bajo.
Bambang Haryo menekankan bahwa meskipun seluruh penumpang dalam insiden Sanur selamat, kejadian ini mencoreng citra pariwisata Indonesia di mata dunia. Ia menyebut bahwa hal ini menciptakan persepsi bahwa pariwisata Indonesia tidak aman, tidak safety, dan tidak secure, yang bahkan memicu travel warning dari pemerintah Australia bagi wisatawan mereka.
Oleh karena itu, ia mendesak Kementerian Pariwisata untuk segera mengoordinasikan seluruh sektor terkait dalam forum khusus yang berfokus pada perlindungan keselamatan wisata bahari dan melakukan penertiban fungsional. Ia juga menyarankan agar Kementerian Pariwisata menyampaikan permintaan maaf secara terbuka dan menyosialisasikan upaya-upaya perbaikan kepada wisatawan mancanegara.
Selain itu, Bambang Haryo menyoroti pentingnya realisasi asuransi penumpang serta penyidikan tuntas oleh penyidik Kementerian Perhubungan dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Ia juga menekankan perlunya evaluasi terhadap ketersediaan dan kelayakan jaket keselamatan di kapal. Apakah jumlah dan kondisinya sudah memenuhi aturan atau masih diabaikan?
Menurut laporan kepolisian, seluruh 89 penumpang kapal yang terbalik di Sanur berhasil selamat dan tidak ada korban jiwa. Meskipun demikian, kerugian materiil yang dialami para penumpang diperkirakan mencapai Rp 2,5 miliar.