Kesiapan Haji 2026 Terancam: Kuota Dipangkas, Visa Umrah Diperketat, dan Dampak Bagi Calon Jemaah
Musim haji 2025 meninggalkan sejumlah catatan penting yang berpotensi memengaruhi penyelenggaraan ibadah haji di tahun-tahun mendatang. Di tengah evaluasi yang berlangsung, muncul wacana pemangkasan kuota haji Indonesia hingga 50 persen untuk tahun 2026. Kabar ini menyusul kebijakan penghentian penerbitan visa furoda dan pengetatan aturan visa umrah, menciptakan ketidakpastian bagi calon jemaah dan penyelenggara.
Wacana pemangkasan kuota haji mengemuka dalam pertemuan antara Kepala Badan Pengelola Haji (BP Haji), KH. Mochamad Irfan Yusuf Hasyim, dengan pejabat Kementerian Haji Arab Saudi di Jeddah. Meskipun belum ada keputusan resmi terkait kuota haji Indonesia untuk tahun 2026, indikasi pengurangan hingga 50 persen menjadi perhatian serius. Pemerintah Indonesia melalui BP Haji tengah berupaya melakukan negosiasi untuk meminimalkan dampak pengurangan tersebut.
Belum adanya kepastian kuota haji disinyalir terkait dengan evaluasi penyelenggaraan haji 2025. Salah satu isu krusial yang menjadi sorotan adalah data kesehatan jemaah haji Indonesia yang dinilai kurang transparan. Kasus jemaah yang meninggal dunia bahkan sebelum tiba di Tanah Suci menjadi perhatian khusus pihak Arab Saudi. Untuk mengatasi permasalahan ini, kedua negara sepakat membentuk task force bersama yang fokus pada peningkatan pengawasan dan efisiensi dalam penyelenggaraan haji.
Fokus utama task force meliputi beberapa aspek penting, di antaranya:
- Validasi data kesehatan jemaah (istithaah).
- Standarisasi akomodasi dan makanan.
- Kontrol transportasi dan logistik di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.
Pemerintah Arab Saudi juga memperketat aturan terkait perusahaan layanan haji (syarikah) dengan membatasi jumlah maksimal menjadi dua. Selain itu, pelaksanaan dam (denda haji) hanya diperbolehkan melalui perusahaan resmi, Ad-Dhahi.
Sebelumnya, keputusan peniadaan visa furoda untuk haji 2025 telah menimbulkan kekecewaan dan kerugian bagi calon jemaah dan penyelenggara. Ribuan calon jemaah gagal berangkat, dan penyelenggara menanggung kerugian akibat biaya akomodasi dan logistik yang telah dibayarkan.
Kebijakan baru terkait visa umrah juga memperketat persyaratan, di mana hotel tempat jemaah menginap wajib memiliki izin dari Difa' Madani dan Kementerian Pariwisata Saudi. Pemesanan hotel harus terkonfirmasi melalui platform Nusuk sebelum visa umrah diterbitkan. Aturan ini bertujuan meningkatkan kepastian dan keamanan jemaah, namun berpotensi menambah beban biaya dan logistik bagi penyelenggara.
Berikut poin-poin penting dari aturan baru umrah:
- Hotel wajib berizin dan terdaftar di Kementerian Pariwisata Arab Saudi.
- Program perjalanan harus sesuai dengan pemesanan hotel.
- Pemesanan hotel melalui pihak ketiga harus disetujui oleh hotel melalui sistem Nusuk.
- Penyelenggara wajib patuh untuk menjamin kelancaran proses visa.
Rentetan perubahan dan ketidakpastian ini menuntut kehati-hatian dari calon jemaah haji dan umrah dalam memilih penyelenggara. Pemerintah dan asosiasi penyelenggara haji dan umrah mengimbau untuk menggunakan jalur resmi dan mematuhi regulasi terbaru dari kedua negara. Perubahan ini juga menjadi tantangan bagi BP Haji Indonesia yang akan mengambil alih sepenuhnya penyelenggaraan haji mulai tahun 2026.