Wamen PKP Dorong Pemerintah Pusat Miliki Otoritas Pertanahan untuk Perumahan Rakyat

Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fahri Hamzah, menyerukan perlunya pemerintah pusat memiliki otoritas yang lebih besar dalam pengelolaan tanah, khususnya yang diperuntukkan bagi pembangunan perumahan. Menurutnya, langkah ini krusial untuk mempermudah penyediaan hunian layak bagi masyarakat, terutama di wilayah perkotaan yang padat penduduk.

Dalam sebuah simposium nasional yang membahas arah ekonomi Indonesia, Fahri Hamzah menyoroti bahwa regulasi terkait perumahan saat ini masih bersifat fragmentaris dan kurang terkoordinasi. Ia mengusulkan pemisahan regulasi perumahan menjadi dua fokus utama, yaitu sisi suplai dan sisi permintaan. Sisi suplai berkaitan erat dengan regulasi pertanahan yang selama ini menjadi kendala utama.

Fahri Hamzah menegaskan bahwa rumah merupakan kebutuhan primer dan inti dari pembangunan perkotaan. Namun, ironisnya, Kementerian PKP saat ini tidak memiliki kewenangan yang memadai atas pertanahan untuk merealisasikan pembangunan hunian di perkotaan. Kondisi ini menghambat penyediaan social housing atau perumahan sosial yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Bagaimana kita bisa bicara tentang perumahan sosial sementara kewenangan atas tanah masih terpusat di tempat lain?" ujarnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Fahri Hamzah mendorong adanya regulasi yang lebih tegas dan komprehensif yang memberikan otoritas pertanahan kepada Kementerian PKP. Dengan memiliki otoritas yang jelas atas tanah, Kementerian PKP akan lebih mudah dalam merencanakan, mengelola, dan menyediakan lahan untuk pembangunan perumahan. Hal ini diharapkan dapat menekan harga rumah, di mana harga tanah merupakan komponen biaya yang signifikan.

"Jika Kementerian PKP memiliki otoritas atas tanah, bukan tidak mungkin kita dapat mengendalikan 40-50% dari harga rumah," jelasnya.

Selain itu, Fahri Hamzah juga menyoroti bahwa kurangnya otoritas tanah untuk perumahan menjadi penghalang bagi investasi asing. Investor seringkali menanyakan ketersediaan lahan saat mempertimbangkan untuk berinvestasi dalam sektor perumahan di Indonesia. Kompleksitas perizinan juga menjadi faktor penghambat yang perlu diatasi.

Ia menceritakan pengalaman terkait Program 3 Juta Rumah yang dicanangkan pemerintah. Banyak investor asing, termasuk dari Turki, tertarik dengan program ini. Namun, kendala utama yang mereka hadapi adalah ketersediaan lahan yang siap dibangun.

"Begitu datang, mereka langsung bertanya, 'Mana tanahnya?' Sayangnya, tidak ada yang bisa menjawab. Inilah yang sedang kita rombak," ungkapnya.

Fahri Hamzah menambahkan bahwa jika pemerintah memiliki otoritas tanah dan proses perizinan dipermudah, maka masalah pembiayaan perumahan akan lebih mudah diatasi. Dengan adanya kepastian lahan dan perizinan yang jelas, investor akan lebih tertarik untuk mendanai proyek-proyek perumahan.

"Jika kita sudah memberikan tanah dan mempermudah perizinan, kita tidak perlu lagi menyiapkan uang. Uang akan datang dari pasar," tegasnya.

Dari sisi permintaan, Fahri Hamzah menekankan pentingnya database yang terintegrasi. Database ini akan mempermudah calon konsumen dalam mencari dan membeli hunian yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan mereka.