Sumbawa Terancam Krisis Air: Lebih dari Separuh Daratan Berpotensi Kekeringan
Pulau Sumbawa dihadapkan pada tantangan serius terkait ketersediaan air dan kerusakan lingkungan. Ancaman ini terungkap dalam forum Musrenbang RPJMD Kabupaten Sumbawa Tahun 2025-2029 dan RKPD Tahun 2026, di mana seorang pejabat Kementerian Kehutanan menyampaikan peringatan keras mengenai potensi krisis air yang membayangi wilayah tersebut.
Dalam forum tersebut, substansi RPJMD Kabupaten Sumbawa mendapat sorotan tajam, terutama terkait pengelolaan hutan, lahan, dan lingkungan hidup. RPJMD dianggap sebagai kunci untuk mengatasi permasalahan mendasar, termasuk penurunan produktivitas lahan dan ancaman krisis air. Pentingnya memahami cara pandang masyarakat Sumbawa (Tau Samawa) terhadap lahan juga ditekankan, di mana lahan bukan hanya sekadar tanah, melainkan bagian integral dari sistem penghidupan dan kesejahteraan.
Namun, realitasnya menunjukkan bahwa lahan di Sumbawa mengalami penyempitan, degradasi, dan penurunan fungsi ekologis. Data terbaru mengungkapkan bahwa lebih dari 51% daratan Sumbawa berpotensi mengalami krisis air. Kondisi ini diperburuk oleh sejumlah faktor, termasuk penurunan debit air bendungan, perubahan pola tanam, dan ekspansi pertanian monokultur, khususnya jagung, di lahan-lahan yang curam.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pendekatan agroforestry atau kebun campur ditawarkan sebagai solusi alternatif. Agroforestry merupakan sistem pertanian terpadu yang menggabungkan tanaman musiman dan tahunan, seperti durian, alpukat, kopi, dan kemiri. Sistem ini tidak hanya memberikan nilai ekonomi, tetapi juga meningkatkan infiltrasi air tanah dan memperkuat ketahanan pangan. Penerapan model kebun campur yang sukses di kawasan Wanagiri menjadi contoh nyata bagaimana pengelolaan sumber daya air secara partisipatif dapat memberikan hasil positif.
Oleh karena itu, pola tanam agroforestry perlu didorong di seluruh wilayah lahan kering dan kawasan hutan Sumbawa sebagai respons terhadap kerusakan daerah aliran sungai (DAS) dan krisis air yang mengancam. Selain itu, kolaborasi dan inovasi dalam pembiayaan juga menjadi kunci, mengingat keterbatasan kapasitas fiskal daerah. Pembiayaan alternatif melalui program Integrated Area Development (IAD), pelibatan sektor swasta, serta pengembangan jasa lingkungan berbasis insentif bagi masyarakat perlu dipertimbangkan.
RPJMD bukan hanya sekadar dokumen perencanaan, melainkan janji politik yang harus diwujudkan dengan data, inovasi, dan kolaborasi. Lahan merupakan basis penghidupan, dan pengelolaan yang bijaksana akan menjamin ketersediaan air, peningkatan hasil pertanian, dan kesejahteraan masyarakat Sumbawa.