Dirut Sritex Kembali Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Kredit Macet
Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) terus mendalami kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Direktur Utama (Dirut) Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto (IKL), telah menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Bundar Jampidsus, Kejagung, Jakarta, pada hari Selasa (10/6/2025).
Kuasa hukum Iwan Kurniawan Lukminto, Calvin Wijaya, menyatakan bahwa kliennya masih akan dimintai keterangan lebih lanjut oleh penyidik. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengklarifikasi dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian kredit dari sejumlah bank daerah dan bank pemerintah kepada perusahaan tekstil tersebut. Calvin Wijaya menambahkan, pihaknya tengah mempersiapkan dokumen-dokumen yang mungkin dibutuhkan oleh penyidik dalam proses penyidikan.
Iwan Kurniawan Lukminto sendiri mengakui bahwa proses pemeriksaan berjalan cukup lama. Ia tiba di Kejagung sekitar pukul 09.25 WIB dan baru meninggalkan lokasi sekitar pukul 20.58 WIB. Selama kurang lebih 10 jam (tidak termasuk waktu istirahat), Iwan Kurniawan Lukminto dicecar sekitar 20 pertanyaan oleh penyidik. Namun, ia enggan mengungkapkan rincian pertanyaan yang diajukan.
Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu:
- DS (Dicky Syahbandinata), Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020
- Zainuddin Mappa (ZM), Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020
- Iwan Setiawan Lukminto (ISL), Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022
Kasus ini bermula dari dugaan pemberian kredit bermasalah dari BJB dan Bank DKI kepada Sritex, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 692 miliar. Saat ini, Sritex dalam kondisi pailit sejak Oktober 2024 dan tidak mampu membayar kewajibannya.
Berdasarkan hasil investigasi, total kredit macet Sritex mencapai Rp 3,58 triliun, yang berasal dari berbagai bank daerah dan bank pemerintah. Selain BJB dan Bank DKI, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) juga memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800. Selain itu, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI memberikan kredit dengan total Rp 2,5 triliun. Status Bank Jateng, Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI saat ini masih sebagai saksi.
Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Saat ini, para tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyidikan.