Tragis, Harimau Sumatera Korban Jerat di Jambi Meregang Nyawa Akibat Virus Panleukopenia

Tragedi kembali menghampiri upaya konservasi satwa liar di Jambi. Seekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang sebelumnya ditemukan terluka akibat jerat, menghembuskan nafas terakhir setelah menjalani perawatan intensif selama 28 hari.

Kabar duka ini disampaikan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Tim medis menduga kuat, penyebab kematian harimau malang ini adalah infeksi virus Panleukopenia, sebuah penyakit yang sangat mematikan bagi keluarga kucing (Felidae).

"Hasil pemeriksaan menunjukkan gejala yang mengarah pada virus Panleukopenia, seperti hilangnya nafsu makan, muntah, diare berdarah, dehidrasi, dan kondisi tubuh yang semakin melemah," jelas dokter hewan BKSDA Jambi, Zulmanudin.

Perjalanan Panjang Perawatan yang Berujung Duka

Upaya penyelamatan harimau ini bermula ketika tim BKSDA Jambi menerima laporan dari warga mengenai keberadaan seekor harimau yang terjerat. Tim segera bergerak cepat mengevakuasi harimau tersebut ke Tempat Penyelamatan Satwa (TPS) pada tanggal 13 Mei 2025.

Sempat ada harapan ketika kondisi harimau menunjukkan sedikit perbaikan pada tanggal 2 Juni. Namun, harapan itu pupus setelah kondisi harimau kembali memburuk secara drastis pada tanggal 4 Juni. Peradangan hebat menyebabkan nekrosa atau kematian jaringan di beberapa bagian tubuhnya.

Berbagai upaya medis telah dilakukan, termasuk pemberian injeksi obat-obatan dan persiapan untuk infus serta pemberian makanan secara paksa. Sayangnya, tubuh harimau sudah tidak merespons pengobatan. Pada tanggal 9 Juni, gejala muntah dan buang air besar berdarah semakin parah, hingga akhirnya harimau tersebut dinyatakan meninggal dunia pada pukul 21.45.

Virus Panleukopenia: Ancaman Serius Bagi Populasi Kucing

Virus Panleukopenia dikenal sebagai penyakit yang sangat menular dan mematikan di kalangan kucing. Zulmanudin menjelaskan bahwa virus ini tidak menular ke manusia (non-zoonosis), namun sangat mudah menyebar antar sesama kucing melalui kontak langsung dengan feses, cairan tubuh, atau peralatan yang terkontaminasi.

Sebagai langkah antisipasi, BKSDA Jambi telah melakukan sterilisasi menyeluruh di TPS menggunakan disinfektan. Seluruh kandang juga dikosongkan selama 2-3 bulan untuk memutus rantai penyebaran virus.

Duka Mendalam dan Harapan untuk Masa Depan Konservasi

Kepala BKSDA Jambi, Agung Nugroho, mengungkapkan kesedihannya atas kematian harimau ini. Ia berharap kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Kematian ini menjadi pengingat betapa pentingnya upaya perlindungan habitat dan pencegahan perburuan liar, termasuk pemasangan jerat.

Populasi Harimau Sumatera terus mengalami penurunan akibat hilangnya habitat dan konflik dengan manusia. Berdasarkan data BKSDA Jambi tahun 2024, diperkirakan hanya tersisa 183 ekor harimau Sumatera di alam liar, dengan sekitar 150 ekor berada di Taman Nasional Kerinci Seblat.

Kematian harimau ini menjadi pukulan telak bagi upaya konservasi Harimau Sumatera. Diperlukan upaya yang lebih serius dan terkoordinasi dari semua pihak untuk melindungi satwa langka ini dari ancaman kepunahan.

Upaya Konservasi Terus Ditingkatkan

Kematian tragis harimau ini menjadi pengingat yang menyakitkan tentang tantangan besar yang dihadapi dalam upaya konservasi satwa liar di Indonesia. Perburuan liar, hilangnya habitat, dan penyakit merupakan ancaman serius bagi kelangsungan hidup Harimau Sumatera dan spesies lainnya.

Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, organisasi konservasi, dan masyarakat untuk bekerja sama dalam melindungi satwa liar dan habitatnya. Upaya konservasi harus ditingkatkan, termasuk patroli anti-perburuan, rehabilitasi habitat, dan edukasi masyarakat tentang pentingnya konservasi.

Dengan upaya yang lebih serius dan berkelanjutan, diharapkan populasi Harimau Sumatera dapat meningkat dan satwa langka ini dapat terus hidup di alam liar untuk generasi mendatang.

Kronologi Kejadian:

  • 13 Mei 2025: Evakuasi harimau yang terjerat.
  • 2 Juni 2025: Kondisi harimau sempat membaik.
  • 4 Juni 2025: Kondisi harimau memburuk drastis.
  • 9 Juni 2025: Muncul gejala muntah dan buang air besar berdarah.
  • 10 Juni 2025: Harimau dinyatakan meninggal dunia.