Dirut Sritex Dicecar 20 Pertanyaan dalam Pemeriksaan Intensif Terkait Kasus Dugaan Korupsi Kredit Macet
Kejaksaan Agung terus mendalami kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex). Sebagai bagian dari proses investigasi, Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menjalani pemeriksaan intensif sebagai saksi. Pemeriksaan yang berlangsung hampir 12 jam ini, dimulai sejak pukul 09.25 WIB dan baru berakhir pada pukul 20.58 WIB di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung.
Usai menjalani pemeriksaan, Iwan Kurniawan Lukminto menyatakan komitmennya untuk menghormati proses hukum yang berlaku. Ia juga mengapresiasi profesionalisme tim penyidik Kejaksaan Agung dalam menangani kasus ini. Iwan mengungkapkan bahwa dirinya dicecar dengan sekitar 20 pertanyaan oleh penyidik. Meskipun demikian, ia enggan membeberkan secara detail materi pertanyaan yang diajukan. Iwan menambahkan bahwa kemungkinan akan ada pemeriksaan lanjutan, namun jadwalnya belum ditentukan oleh pihak penyidik.
Pemeriksaan terhadap Iwan Kurniawan Lukminto ini merupakan yang kedua kalinya. Sebelumnya, ia telah dimintai keterangan pada Senin, 2 Juni 2025. Kasus dugaan korupsi pemberian kredit ini telah menyeret tiga orang sebagai tersangka. Mereka adalah Dicky Syahbandinata (DS), yang menjabat sebagai Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tahun 2020, Zainuddin Mappa (ZM), yang merupakan Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020, dan Iwan Setiawan Lukminto (ISL), yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sritex periode 2005-2022.
Kasus ini bermula dari dugaan kredit macet yang melibatkan pinjaman dari BJB dan Bank DKI sebesar Rp 692 miliar. Sritex, yang telah dinyatakan pailit sejak Oktober 2024, tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran. Berdasarkan hasil investigasi, total kredit macet Sritex mencapai angka yang signifikan, yaitu Rp 3,58 triliun. Angka ini berasal dari berbagai bank daerah dan bank pemerintah yang memberikan fasilitas kredit, yang saat ini masih dalam tahap penelusuran oleh penyidik.
Selain BJB dan Bank DKI, Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng) juga tercatat memberikan kredit sebesar Rp 395.663.215.800. Sementara itu, sindikasi bank yang terdiri dari Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI, memberikan kredit dengan total Rp 2,5 triliun. Status Bank Jateng dan sindikasi bank ini masih sebagai saksi, berbeda dengan BJB dan Bank DKI yang telah ditemukan indikasi tindakan melawan hukum.
Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Saat ini, para tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.