Bali Perketat Pengawasan Produsen AMDK, Izin Terancam Dicabut Akibat Sampah Plastik
Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas dalam mengatasi masalah sampah plastik yang semakin mengkhawatirkan di wilayahnya. Gubernur Bali, I Wayan Koster, memberikan peringatan keras kepada para produsen dan distributor air minum dalam kemasan (AMDK) yang masih memproduksi dan menjual produk dengan kemasan di bawah satu liter. Ketegasan ini diwujudkan dengan ancaman pencabutan izin usaha bagi mereka yang tidak mematuhi aturan yang telah ditetapkan.
Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah, yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah plastik sekali pakai yang mencemari lingkungan. Pemerintah Provinsi Bali menargetkan pada tahun 2026, tidak ada lagi AMDK dengan kemasan di bawah satu liter yang beredar di pasaran. Namun, pengecualian diberikan bagi produsen yang menggunakan bahan ramah lingkungan untuk kemasan produk mereka.
Gubernur Koster menegaskan komitmennya untuk menjaga kelestarian lingkungan Bali dan tidak akan memberikan toleransi terhadap pelanggaran aturan terkait pengelolaan sampah plastik. Sanksi tegas akan diberlakukan bagi produsen dan distributor yang melanggar, mulai dari surat peringatan hingga pencabutan izin usaha.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan berbagai tanggapan di masyarakat. Direktur Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Bali, Catur Yuda Hariyani, menyoroti adanya potensi kesalahpahaman terkait implementasi larangan ini. Ia menekankan bahwa esensi dari kebijakan tersebut adalah untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai secara keseluruhan, bukan hanya mengganti satu jenis plastik dengan jenis lainnya.
Catur Yuda Hariyani menyarankan agar masyarakat beralih ke wadah yang dapat digunakan kembali, seperti gelas kaca, cangkir dari kaleng, atau tumbler. Ia juga mengingatkan pemerintah untuk memberikan sosialisasi yang lebih detail mengenai latar belakang dan tujuan dari larangan tersebut, serta memberikan solusi alternatif yang tepat agar tidak menimbulkan masalah baru, seperti peningkatan volume sampah jenis lain.
Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah potensi peningkatan penggunaan gelas kertas (paper cup) sebagai pengganti botol plastik. Meskipun dianggap lebih ramah lingkungan, gelas kertas sekali pakai juga memiliki dampak negatif terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Selain itu, Catur juga menyoroti bahaya penggunaan gelas plastik yang dilapisi bahan anti air (waterproof), terutama untuk minuman panas. Kandungan zat kimia berbahaya seperti Bisphenol A (BPA) dan phthalate dalam plastik dapat larut dan mencemari minuman, yang berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk kanker, penyakit jantung, dan gangguan reproduksi.
Pemerintah Provinsi Bali diharapkan dapat terus melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kebijakan ini, serta menjalin komunikasi yang efektif dengan seluruh pihak terkait, termasuk produsen, distributor, dan masyarakat, untuk mencapai tujuan bersama dalam menciptakan lingkungan Bali yang bersih dan lestari.