Mahasiswi Palopo Diduga Cetak Uang Palsu: Polisi Ungkap Alasan Tidak Menahan Tersangka

Mahasiswi Palopo Diduga Cetak Uang Palsu: Polisi Ungkap Alasan Tidak Menahan Tersangka

Kasus dugaan peredaran uang palsu yang melibatkan seorang mahasiswi berinisial ST (19) di Kota Palopo, Sulawesi Selatan, tengah menjadi sorotan. ST, yang tercatat sebagai mahasiswi di salah satu universitas di Palopo, diduga kuat melakukan pencetakan uang palsu. Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, pihak kepolisian memutuskan untuk tidak melakukan penahanan terhadap ST.

Iptu Sahrir, Kasat Reskrim Polres Palopo, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan strategis dalam proses penyidikan. Menurutnya, penahanan bukanlah suatu keharusan dalam setiap kasus. Saat ini, fokus utama penyidik adalah mengumpulkan bukti-bukti yang kuat dan menggali keterangan dari berbagai saksi, termasuk saksi ahli.

"Saat ini kami tidak melakukan penahanan karena penahanan itu tidak harus. Jadi alasan kami belum melakukan penahanan karena kami masih mengumpulkan alat bukti dan keterangan saksi-saksi yang lain termasuk keterangan ahli," ujar Iptu Sahrir.

Polres Palopo berencana mendatangkan ahli dari Bank Indonesia (BI) untuk melakukan verifikasi terhadap uang yang diduga palsu tersebut. Keterlibatan ahli dari BI dianggap krusial untuk memastikan keaslian uang dan memperkuat pembuktian di pengadilan.

"Kami harus menghadirkan keterangan ahli karena untuk uang palsu harus memeriksa ahli, ahlinya itu dari Bank Indonesia. Untuk pemeriksaan selanjutnya kami harus menyurat dulu ke BI, yang jelas prosesnya tetap berjalan," lanjutnya.

Barang Bukti dan Motif Ekonomi

Dalam penggeledahan, polisi berhasil mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga digunakan ST untuk mencetak uang palsu. Barang bukti tersebut meliputi:

  • Dua lembar uang pecahan seratus ribu rupiah.
  • Satu unit printer Epson L3210.
  • Gunting.
  • Kertas A4.
  • Handphone.
  • Tisu.

Dari pemeriksaan awal, ST mengaku nekat mencetak uang palsu karena terdesak masalah ekonomi. Ia berdalih kesulitan keuangan menjadi pemicu utama tindakannya tersebut.

"Jadi keterangan sementara dari pelaku yaitu dia terdesak dengan persoalan ekonomi, ada yang mau dia bayarkan sudah pusing mau ambil uang di mana, akhirnya dia berinisiatif mencetak uang dengan cara mengeprint," tutur Sahrir.

Proses Hukum Berlanjut, Ancaman Hukuman Menanti

Polres Palopo masih terus mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Meskipun ST mengaku melakukan aksinya seorang diri, polisi tidak menutup kemungkinan adanya jaringan atau pihak lain yang membantu.

Atas perbuatannya, ST terancam hukuman pidana yang cukup berat. Ia dijerat dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang mengatur tentang larangan membuat, mencetak, menggandakan, atau mengedarkan uang palsu. Ancaman hukuman untuk pelanggaran pasal ini adalah pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp50.000.000.000.

Sebelumnya, ST ditangkap setelah kedapatan menggunakan uang palsu saat berbelanja di sebuah kios di Jalan Garuda, Kelurahan Rampoang, Kecamatan Bara, Palopo. Penangkapan tersebut menjadi awal mula terungkapnya kasus pencetakan uang palsu yang dilakukan ST di kamar kosnya. Setelah menjalani pemeriksaan awal, ST dikembalikan kepada keluarganya pada Senin (9/6/2025) malam, namun proses hukum terhadapnya tetap berjalan.

"Setelah melalui pemeriksaan awal dan sejumlah pertimbangan hukum, yang bersangkutan kami kembalikan pada keluarganya, namun proses hukum tetap berjalan," pungkas Sahrir.