Pemerintah Pertimbangkan Moratorium Izin Tambang Nikel Baru di Tengah Ambisi Hilirisasi Hijau

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan komitmen pemerintah untuk mendorong hilirisasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, atau yang dikenal dengan hilirisasi hijau. Pernyataan ini muncul di tengah diskusi mengenai potensi moratorium izin tambang nikel baru.

Dalam konferensi pers yang diadakan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Bahlil menanggapi saran dari berbagai pihak, termasuk Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengenai perlunya penundaan izin untuk smelter dan tambang nikel baru. Saran ini didasarkan pada kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan nikel di pasar global yang dapat menekan harga dan merugikan industri dalam negeri.

Bahlil mengakui bahwa saran tersebut akan dipertimbangkan dengan seksama. Namun, ia menegaskan bahwa keputusan akhir akan diambil oleh pemerintah dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk tujuan strategis untuk mengembangkan industri hilir nikel yang berkelanjutan. Pemerintah, kata Bahlil, ingin memastikan bahwa hilirisasi nikel dilakukan dengan pendekatan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.

“Saran seperti tadi silakan saja, tapi nanti kami dari pemerintah yang akan memutuskan,” ujar Bahlil, mengindikasikan bahwa pemerintah akan menimbang masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan akhir.

Kekhawatiran mengenai kelebihan pasokan nikel sejalan dengan proyeksi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memperkirakan penurunan harga nikel dunia akibat pelemahan ekonomi global, khususnya di China. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa pada awal tahun 2025, beberapa komoditas utama mengalami penurunan harga, termasuk batu bara, minyak Brent, dan nikel.

Menghadapi tantangan ini, Kementerian ESDM telah menyiapkan serangkaian strategi untuk menjaga stabilitas harga mineral dan batu bara. Strategi tersebut mencakup:

  • Perencanaan Produksi: Menyesuaikan produksi dengan kebutuhan nasional dan rencana ekspor.
  • Studi Kelayakan dan AMDAL: Menjadikan studi kelayakan (feasibility study/FS) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai bagian integral dari proses Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
  • Evaluasi Persetujuan Produksi: Melakukan evaluasi terhadap persetujuan produksi yang telah diberikan dalam RKAB.
  • Penetapan Harga Acuan: Menetapkan Harga Batu bara Acuan (HBA)/Harga Mineral Acuan (HMA) dan Harga Patokan Batu bara (HPB) dan Harga Patokan Mineral (HPM) sebagai batas bawah harga penjualan, sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM No. 72 Tahun 2025 tentang Pedoman Penetapan Harga Patokan Untuk Penjualan Komoditas Mineral Logam dan Batu bara.
  • Pembinaan dan Pengawasan: Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penambangan agar sesuai dengan prinsip-prinsip good mining practice.

Inisiatif-inisiatif ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam mengelola sektor pertambangan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, sambil tetap berupaya untuk mengembangkan industri hilir yang bernilai tambah tinggi.