Tradisi Berburu Takjil di Jalan Karang Menjangan: Semarak Ramadhan di Surabaya dan Dampaknya pada Ekonomi Lokal
Tradisi Berburu Takjil di Jalan Karang Menjangan: Semarak Ramadhan di Surabaya dan Dampaknya pada Ekonomi Lokal
Jalan Karang Menjangan, Surabaya, menjelma menjadi pusat keramaian setiap bulan Ramadhan tiba. Tradisi berburu takjil di sepanjang jalan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan bulan suci bagi warga Surabaya dan sekitarnya. Sejak pukul 15.30 WIB, jalanan tersebut dipenuhi oleh pedagang kaki lima yang menawarkan beragam pilihan hidangan berbuka puasa, mulai dari jajanan ringan seperti gorengan dan es buah hingga makanan berat yang menggugah selera. Kehadiran pasar takjil dadakan ini telah menjadi daya tarik tersendiri, menciptakan suasana semarak dan menghidupkan perekonomian warga sekitar.
Fenomena ini tak lepas dari sejarah Jalan Karang Menjangan sendiri. Awalnya, jalan ini merupakan area yang cukup luas dan dimanfaatkan sebagai tempat berjualan pedagang kaki lima. Setelah Pemerintah Kota Surabaya melakukan pelebaran jalan, khususnya selama Ramadhan, izin khusus diberikan kepada para pedagang untuk kembali berjualan di tepi jalan. Keputusan ini terbukti bijak, tidak hanya memberikan ruang bagi para pedagang untuk mencari nafkah, tetapi juga memberikan pengalaman unik bagi warga Surabaya dalam menikmati tradisi berbuka puasa bersama. Anisya, seorang mahasiswi Poltekes Kebidanan yang telah dua tahun tinggal di Surabaya, mengungkapkan bahwa pasar takjil di Jalan Karang Menjangan menawarkan beragam pilihan dengan harga terjangkau. Ia bahkan memiliki strategi khusus agar bisa berbelanja dengan nyaman, yaitu datang lebih awal sebelum keramaian mencapai puncaknya. Menurutnya, beragam pilihan makanan dan minuman dengan harga yang sangat bersahabat dengan kantong mahasiswa menjadi daya tarik utama. Ia biasanya menghabiskan sekitar Rp 10.000 hingga Rp 15.000 untuk berbuka puasa di pasar takjil ini.
Dampak positif juga dirasakan oleh para pedagang. Siti Rokhayah, seorang penjual gorengan yang telah berjualan di lokasi tersebut sejak tahun 2005, mengatakan bahwa omzet penjualannya meningkat drastis selama Ramadhan. Ia dan keluarganya mulai mempersiapkan dagangan sejak pukul 15.00 WIB. Berbagai jenis gorengan seperti martabak mi, kucur, tahu isi, dan onde-onde menjadi andalannya, dengan harga yang sangat terjangkau, mulai dari Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per biji. Dalam sehari, ia mampu menjual hingga 800 buah gorengan, meningkatkan pendapatannya berkali lipat dibandingkan hari biasa. Ia menuturkan, jika di hari biasa pendapatannya hanya sekitar Rp 150.000 hingga Rp 250.000, selama Ramadhan pendapatannya bisa mencapai Rp 700.000.
Keberadaan pasar takjil di Jalan Karang Menjangan memang memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal, namun juga menimbulkan tantangan dalam hal lalu lintas. Separuh ruas jalan digunakan sebagai lahan parkir, menyebabkan kemacetan di sekitar lokasi. Kendati demikian, semangat warga Surabaya untuk berburu takjil di lokasi tersebut tetap tinggi, menunjukkan betapa tradisi ini telah menjadi bagian penting dari perayaan Ramadhan di kota pahlawan. Kemeriahan, keakraban, dan kebersamaan yang tercipta menjadikan momen berburu takjil di Jalan Karang Menjangan sebagai kenangan indah yang selalu dinantikan setiap tahunnya.