Tragis, Harimau Sumatera di Jambi Menghembuskan Napas Terakhir Usai Terjerat Perangkap Babi

Kabar Duka dari Jambi: Harimau Sumatera Mati Setelah Perawatan Intensif

Kabar duka menyelimuti dunia konservasi Indonesia. Seekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang ditemukan terjerat perangkap babi di Jambi, akhirnya menghembuskan napas terakhir setelah menjalani perawatan intensif selama 28 hari di Tempat Penyelamatan Satwa (TPS) milik Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi. Peristiwa ini menambah daftar panjang ancaman yang dihadapi satwa dilindungi tersebut di habitat aslinya.

Kepala BKSDA Jambi, Agung Nugroho, mengungkapkan bahwa harimau malang tersebut ditemukan dalam kondisi terluka parah akibat jeratan. Tim medis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyelamatkan nyawa harimau tersebut, namun kondisinya terus memburuk dari waktu ke waktu. Agung berharap kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang.

Kronologi perawatan harimau tersebut menunjukkan perjuangan panjang yang penuh tantangan. Awalnya, kondisi harimau sempat menunjukkan tanda-tanda perbaikan setelah operasi dan pemasangan cast pelindung luka. Nafsu makannya meningkat dan ia tampak responsif terhadap lingkungan sekitar. Namun, harapan tersebut pupus ketika luka di kakinya mengalami peradangan dan mengeluarkan cairan. Jaringan di sekitar luka mengalami nekrosa, dan luka baru muncul di bagian belakang kaki kanannya.

Tim medis terus berupaya memberikan perawatan terbaik, namun kondisi harimau terus menurun. Pada tanggal 9 Juni, harimau tersebut menolak makan dan bahkan tidak menghiraukan kambing hidup yang dimasukkan ke dalam kandangnya. Pagi harinya, ia muntah dan mengeluarkan feses berdarah. Kondisinya semakin melemah, jalannya sempoyongan, dan ia sering berendam di kolam air. Injeksi obat yang diberikan tidak memberikan respons positif.

Akhirnya, pada pukul 21.45, harimau tersebut menghembuskan napas terakhir. Tim medis telah berupaya melakukan tindakan medis, termasuk pemberian obat-obatan, infus, dan penyuapan makanan, namun nyawanya tidak tertolong. Dugaan sementara penyebab kematian harimau tersebut adalah virus panleukopenia, yang ditandai dengan gejala muntah dan diare berdarah. Untuk memastikan penyebab pasti kematian, tim akan melakukan nekropsi dan mengirimkan sampel ke laboratorium di Bogor untuk analisis lebih lanjut.

Kasus ini bermula dari laporan warga kepada pihak kepolisian mengenai adanya harimau yang terperangkap jerat. Laporan tersebut kemudian diteruskan kepada BKSDA Jambi, yang segera menerjunkan tim lapangan untuk melakukan evakuasi. Pada tanggal 13 Mei, tim berhasil mengevakuasi harimau tersebut dan membawanya ke TPS BKSDA Jambi untuk mendapatkan perawatan intensif.

Kematian harimau ini menjadi pengingat akan ancaman serius yang dihadapi oleh populasi Harimau Sumatera di alam liar. Penyempitan habitat, perburuan ilegal, dan konflik dengan manusia menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan populasi satwa dilindungi ini. Data BKSDA Jambi tahun 2024 menunjukkan bahwa populasi Harimau Sumatera hanya tersisa 183 ekor, yang tersebar di Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan beberapa lokasi lainnya. Upaya konservasi yang lebih serius dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk melindungi satwa langka ini dari kepunahan.

  • Populasi harimau di alam liar terus mengalami penurunan akibat penyempitan habitat dan konflik dengan manusia.
  • Penetapan status harimau menjadi satwa dilindungi karena statusnya terancam punah, belum berhasil menghentikan kasus-kasus kematian harimau.
  • Menurut data BKSDA Jambi tahun 2024, populasi harimau tersisa 183 ekor.
  • Dari jumlah itu, tersebar di Taman Nasional Kerinci Seblat sekitar 150 ekor, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 25 ekor, dan sisanya di tempat lain.