DPR Soroti Polemik Tambang Raja Ampat, Minta Pemerintah Evaluasi Penerbitan IUP

DPR Desak Pemerintah Evaluasi Sistem Perizinan Tambang Pasca Polemik Raja Ampat

Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam, menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah terkait polemik izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ia mendesak agar pemerintah menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting dalam menerbitkan IUP ke depannya. Mufti Anam menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penerbitan IUP untuk mencegah terulangnya pelanggaran serupa.

Mufti Anam menyambut baik langkah pemerintah yang telah mencabut empat IUP perusahaan tambang di Raja Ampat. Namun, ia menilai respons pemerintah terkesan lambat, karena baru bertindak setelah munculnya kritikan luas dari masyarakat, termasuk melalui media sosial dengan tagar #SaveRajaAmpat. Menurutnya, permasalahan ini bukanlah hal baru, mengingat aturan yang melarang aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil sudah jelas diatur dalam undang-undang. Ia menyayangkan penerbitan IUP yang tetap dilakukan meskipun aturan tersebut sudah ada.

Menurut Mufti, pemerintah seharusnya tidak menerbitkan IUP di wilayah Raja Ampat yang notabene terdiri dari pulau-pulau kecil. Aktivitas pertambangan di wilayah tersebut dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ia juga menyoroti adanya Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat Nomor 3 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang justru menetapkan beberapa pulau kecil sebagai kawasan pertambangan. Hal ini, menurutnya, sangat bertentangan dengan UU yang berlaku.

Sebelumnya, pemerintah telah resmi mencabut empat IUP di Raja Ampat. Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil oleh Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas pada Senin (9/6/2025). Presiden menginstruksikan pencabutan izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat.