Greenpeace Serukan Audit Komprehensif Izin Tambang Nikel Nasional, Soroti Dampak Ekologis dan Sosial
Jakarta - Greenpeace Indonesia mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Indonesia. Seruan ini meluas dari kasus yang terjadi di Raja Ampat, Papua, menyoroti potensi kerusakan ekologis dan dampak sosial yang lebih luas di wilayah lain.
Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Indonesia dari Greenpeace, menyatakan bahwa pertambangan nikel di pulau-pulau kecil di wilayah timur Indonesia telah menyebabkan kerusakan ekosistem yang signifikan. Ia menekankan perlunya tindakan tegas untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan melindungi hak-hak masyarakat adat dan lokal.
"Evaluasi menyeluruh terhadap izin tambang nikel sangat mendesak untuk dilakukan di seluruh Indonesia," tegas Kiki. "Kerusakan ekologis dan dampak sosial yang dialami masyarakat adat dan lokal akibat pertambangan di pulau-pulau kecil wilayah timur Indonesia tidak bisa diabaikan."
Greenpeace menekankan pentingnya prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan dalam setiap pembangunan di Indonesia, terutama di Tanah Papua. Mereka menyerukan pelibatan publik yang bermakna dan persetujuan berdasarkan informasi yang lengkap dan tanpa paksaan (padiatapa), khususnya dalam proyek-proyek yang berdampak pada masyarakat adat dan komunitas lokal.
Organisasi lingkungan ini juga mendesak pemerintah untuk mengatasi konflik sosial yang seringkali timbul akibat kehadiran tambang. Selain itu, Greenpeace mendorong pengembangan ekosistem pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif, yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat adat dan komunitas lokal.
"Pemerintah harus memprioritaskan keselamatan dan keamanan masyarakat yang telah menyuarakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan nikel, termasuk di kawasan Raja Ampat," kata Kiki.
Sebelumnya, pemerintah telah mencabut izin operasi empat perusahaan pertambangan di Raja Ampat karena pelanggaran lingkungan. Tindakan ini menunjukkan adanya perhatian terhadap masalah ini, namun Greenpeace berpendapat bahwa diperlukan langkah yang lebih komprehensif untuk memastikan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial di seluruh sektor pertambangan nikel Indonesia.
Perusahaan-perusahaan yang izinnya dicabut di Raja Ampat meliputi PT Kawei Sejahtera Mining (Pulau Kawe), PT Anugerah Surya Pratama (Pulau Manuran), PT Mulia Raymond Perkasa (Pulau Manyaifun dan Batang Pele), dan PT Nurham (Pulau Waigeo). Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana pertambangan yang tidak bertanggung jawab dapat merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat setempat.
Berikut adalah poin-poin penting yang diangkat oleh Greenpeace:
- Evaluasi Menyeluruh: Pemerintah harus mengevaluasi semua izin tambang nikel di Indonesia.
- Dampak Ekologis dan Sosial: Pertambangan nikel di pulau-pulau kecil merusak ekosistem dan menyengsarakan masyarakat adat.
- Prinsip Kemanusiaan dan Keadilan: Pembangunan harus menghormati prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan.
- Pelibatan Publik: Masyarakat adat dan lokal harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait pertambangan.
- Penyelesaian Konflik: Pemerintah harus mengatasi konflik sosial yang timbul akibat pertambangan.
- Pariwisata Berkelanjutan: Pemerintah harus fokus membangun ekosistem pariwisata yang berkelanjutan.
- Keamanan Masyarakat: Pemerintah harus menjamin keselamatan masyarakat yang menolak tambang.
Greenpeace berharap seruan ini dapat mendorong pemerintah untuk mengambil tindakan nyata dalam memperbaiki tata kelola pertambangan nikel di Indonesia, sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan tanpa mengorbankan lingkungan dan hak-hak masyarakat.