Tragedi di Jepang: WNI Meninggal Dunia Diduga Akibat Konsumsi Kentang Bertunas, Ahli Berikan Penjelasan

Keracunan Kentang Bertunas: Ancaman Tersembunyi dalam Dapur?

Kabar duka datang dari Jepang, seorang Warga Negara Indonesia (WNI) dilaporkan meninggal dunia yang diduga disebabkan oleh keracunan setelah mengonsumsi kentang yang sudah bertunas. Kasus ini sontak menjadi perbincangan hangat di media sosial, memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat mengenai keamanan pangan.

Menanggapi kejadian ini, seorang ahli kesehatan, dr. Santi, menjelaskan bahwa kentang yang telah mengalami pertumbuhan tunas berpotensi mengandung racun alami yang berbahaya bagi kesehatan. Penjelasan ini disampaikan sebagai respons atas meningkatnya kekhawatiran publik.

Kentang yang sudah bertunas, terutama jika disimpan dalam waktu lama atau menunjukkan perubahan warna menjadi kehijauan, mengandung senyawa glikoalkaloid, seperti solanin dan chaconine. Senyawa-senyawa ini dapat memicu gejala keracunan dengan tingkat keparahan yang bervariasi, bahkan dalam kasus yang ekstrem dapat berakibat fatal.

Mengenal Lebih Dekat Racun dalam Kentang Bertunas

Glikoalkaloid, terutama solanin dan chaconine, adalah racun alami yang ditemukan dalam tumbuhan dari keluarga Solanaceae, termasuk kentang. Konsentrasi racun ini cenderung meningkat seiring dengan pertumbuhan tunas dan perubahan warna pada kentang. Chaconine memiliki efek yang mirip dengan solanin, namun juga dapat merusak membran sel dan memicu reaksi peradangan.

Tidak semua orang akan serta merta mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi kentang bertunas. Namun, risiko akan meningkat jika kentang dikonsumsi dalam jumlah besar, terutama oleh kelompok yang rentan seperti anak-anak, lansia, atau individu dengan gangguan sistem kekebalan tubuh, serta jika kentang diolah dengan cara yang kurang tepat.

Proses memasak kentang bertunas dengan suhu tinggi, seperti menggoreng atau memanggang, dapat membantu mengurangi kadar racun dibandingkan dengan merebus. Selain itu, mengonsumsi kuah dari masakan yang menggunakan kentang bertunas juga berisiko karena racun dapat larut ke dalam cairan tersebut.

Gejala Keracunan dan Langkah Pertolongan Pertama

Gejala keracunan akibat glikoalkaloid dapat muncul dalam rentang waktu beberapa jam hingga 24 jam setelah konsumsi. Gejala yang timbul bervariasi, tergantung pada jumlah racun yang masuk ke dalam tubuh, kondisi kesehatan individu, dan ada atau tidaknya konsumsi makanan lain yang juga mengandung glikoalkaloid, seperti terong atau tomat hijau.

Gejala ringan umumnya memengaruhi sistem pencernaan, seperti:

  • Mual
  • Muntah
  • Sakit perut
  • Diare

Gejala-gejala ini merupakan respons alami tubuh untuk mengeluarkan zat berbahaya dari saluran pencernaan. Jika gejala-gejala ini muncul segera setelah mengonsumsi kentang bertunas, kemungkinan besar disebabkan oleh paparan glikoalkaloid.

Gejala yang lebih berat umumnya melibatkan sistem saraf pusat. Dalam beberapa kasus, pasien dapat mengalami:

  • Sakit kepala hebat
  • Demam
  • Kebingungan
  • Halusinasi

Dalam kasus yang parah, dapat terjadi gangguan neurologis seperti pusing berat hingga penurunan kesadaran. Hal ini disebabkan oleh racun seperti solanin dan chaconine yang dapat memengaruhi fungsi sel saraf dan menyebabkan peradangan.

Untuk penanganan awal, jika gejala masih ringan, perawatan dapat dilakukan di rumah. Dianjurkan untuk mengonsumsi banyak air putih untuk membantu mengeluarkan racun melalui urine. Konsumsi buah dan sayuran juga disarankan karena kandungan seratnya dapat mempercepat proses pembuangan racun melalui buang air besar. Penting juga untuk menghindari makanan yang dapat memperparah iritasi saluran pencernaan, seperti makanan pedas, asam, atau berlemak. Sebaiknya pilih makanan yang mudah dicerna seperti bubur, nasi tim, atau pisang. Istirahat yang cukup juga penting untuk mendukung pemulihan.

Namun, jika kondisi tidak membaik dalam 24 jam, atau justru memburuk, segera bawa pasien ke fasilitas kesehatan terdekat. Gejala-gejala yang memerlukan penanganan medis segera meliputi:

  • Muntah dan diare yang terus-menerus
  • Sakit perut yang hebat
  • Gejala neurologis seperti pusing, kebingungan, atau halusinasi
  • Gangguan pernapasan
  • Penurunan kesadaran

Penanganan medis yang cepat dapat mencegah komplikasi serius dan meningkatkan peluang pemulihan.

Kewaspadaan adalah Kunci

Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk mengurai dan membuang racun glikoalkaloid melalui hati dan saluran ekskresi. Namun, risiko keracunan meningkat pada individu dengan gangguan fungsi hati atau ginjal, atau mereka yang secara tidak sadar sering mengonsumsi makanan lain yang mengandung zat serupa. Pada kelompok rentan, efek racun dapat terjadi lebih cepat dan lebih parah.

Penanganan yang cepat dan tepat umumnya memungkinkan pasien untuk sembuh total tanpa komplikasi. Keterlambatan penanganan, terutama pada kasus yang berat, dapat menyebabkan kerusakan organ hingga kematian, seperti yang dilaporkan dalam kasus WNI di Jepang. Kasus ini menjadi pengingat penting untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Kentang yang tampak biasa saja dapat menjadi sumber racun jika sudah bertunas atau berwarna hijau. Langkah terbaik adalah menghindari konsumsi kentang dalam kondisi tersebut. Kenali gejala keracunan sedini mungkin, dan jangan ragu untuk mencari pertolongan medis jika kondisi memburuk. Pencegahan dan kewaspadaan adalah kunci utama untuk menjaga kesehatan.