Nadiem Makarim Siap Hadapi Proses Hukum, Bantah Jadi Buronan Kasus Pengadaan TIK
Nadiem Makarim Siap Hadapi Proses Hukum Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan TIK
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim melalui kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, membantah keras isu yang menyebutkan dirinya masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Agung (Kejagung). Bantahan ini disampaikan di tengah proses penyidikan Kejagung terkait dugaan korupsi dalam pengadaan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk digitalisasi pendidikan.
Hotman Paris menegaskan bahwa Nadiem Makarim berada di Jakarta dan siap memberikan keterangan kapan pun dibutuhkan oleh pihak Kejagung. "Nadiem ada di Jakarta, dia siap setiap waktu, dia kooperatif. Bagaimana DPO, dia ada di sini, sehat walafiat, enggak benar," tegas Hotman dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Lebih lanjut, Hotman Paris menjelaskan bahwa konferensi pers ini diadakan untuk meluruskan informasi yang beredar dan memastikan bahwa Nadiem Makarim akan bersikap kooperatif dalam proses hukum. "Nadiem itu akan kooperatif, menghargai kewenangan kejaksaan, siap setiap waktu, dan membantah seolah-olah kabur atau ke mana, (Nadiem) ada di dalam negeri," imbuhnya.
Secara terpisah, Nadiem Makarim juga menyampaikan pernyataan resmi terkait kasus ini. Ia menegaskan bahwa seluruh kebijakan yang diambilnya selama menjabat sebagai Mendikbudristek didasarkan pada prinsip transparansi, keadilan, dan itikad baik. Nadiem menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan yang diperlukan dalam proses hukum yang sedang berjalan.
"Saya siap bekerja sama dan mendukung aparat penegak hukum dengan memberikan keterangan atau klarifikasi apabila diperlukan," ujar Nadiem.
Ia menambahkan, "Saya percaya bahwa proses hukum yang adil akan dapat memilah antara kebijakan mana yang dijalankan dengan itikad baik dan mana yang berpotensi menyimpang dalam pelaksanaannya."
Nadiem juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mentolerir praktik korupsi dalam bentuk apapun. Ia meminta masyarakat untuk tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan dan memberikan kesempatan kepada proses hukum untuk berjalan sebagaimana mestinya.
"Saya tidak pernah menoleransi praktik korupsi dalam bentuk apapun. Saya mengajak masyarakat untuk tetap kritis, namun adil. Tidak terburu-buru dalam menarik kesimpulan di tengah derasnya opini yang dibentuk," ungkapnya.
Nadiem berkomitmen untuk bersikap kooperatif selama proses hukum berlangsung. Ia berharap agar kepercayaan publik terhadap upaya transformasi pendidikan di Indonesia tetap terjaga.
Kejagung sendiri telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan TIK untuk digitalisasi pendidikan sejak 20 Mei 2025. Hingga saat ini, 28 saksi telah diperiksa terkait kasus ini. Selain itu, Kejagung juga telah melakukan penggeledahan di apartemen tiga staf khusus Nadiem Makarim, yaitu Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT), dan Ibrahim Arief (IA).
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, kasus ini bermula dari pengarahan kepada tim teknis untuk membuat kajian teknis terkait pengadaan peralatan TIK yang mengarah pada penggunaan laptop berbasis operating system Chromebook. Padahal, penggunaan laptop jenis ini dinilai tidak efektif berdasarkan hasil uji coba pada tahun 2019 dan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa saat itu.
Proyek pengadaan peralatan TIK ini menelan anggaran negara sebesar Rp 9,9 triliun, yang terdiri dari Rp 3,5 triliun dari satuan pendidikan dan Rp 6,3 triliun melalui dana alokasi khusus (DAK).