Eksploitasi Nikel di Raja Ampat Picu Kekhawatiran Lingkungan, Pemerintah Diminta Perketat Regulasi

Rencana dan aktivitas penambangan nikel di kepulauan Raja Ampat, Papua Barat Daya, tengah menjadi sorotan tajam. Aktivitas industri ekstraktif ini memicu kekhawatiran mendalam terkait potensi kerusakan lingkungan yang signifikan, mengingat wilayah tersebut dikenal dengan keanekaragaman hayati lautnya yang kaya dan unik.

Isu ini mencuat seiring dengan adanya aktivitas penambangan di beberapa pulau kecil, termasuk Pulau Gag, Pulau Manuran, Pulau Kawei, Pulau Manyaifun, dan Pulau Batang Pele. Kekhawatiran utama adalah bahwa operasi penambangan di pulau-pulau dengan ekosistem yang rapuh dapat menyebabkan dampak lingkungan yang tidak dapat dipulihkan.

Mahawan Karuniasa, seorang akademisi dari Universitas Indonesia, menyoroti perlunya kejelasan dan ketegasan regulasi terkait penambangan di pulau-pulau kecil. Menurutnya, pemerintah perlu menetapkan standar yang jelas mengenai ukuran minimum pulau yang dapat diizinkan untuk kegiatan penambangan nikel. Hal ini penting untuk mencegah eksploitasi lahan yang berlebihan dan memastikan keberlanjutan lingkungan.

"Harus ada ketegasan dari pemerintah mengenai syarat luas minimal suatu pulau jika mengandung nikel, untuk memperbolehkan penambangan di satu pulau kecil, harus ada syarat minimal ukuran pulau kecilnya," tegas Mahawan.

Selain itu, pengelolaan limbah tambang yang bertanggung jawab juga menjadi perhatian utama. Proses pengolahan limbah harus mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan untuk meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem laut. Kerusakan ekosistem mangrove, padang lamun, dan perairan pesisir dapat mengganggu habitat berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK) telah mengambil langkah-langkah awal untuk mengatasi permasalahan ini. Empat perusahaan nikel yang beroperasi di Raja Ampat, yaitu PT Gag Nikel (PT GN), PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP), PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM), serta PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), sedang dalam proses investigasi terkait dugaan kerusakan lingkungan. Bahkan Menteri LHK, Hanif Faisol Nurofiq, menyebutkan bahwa pihaknya telah menyegel perusahaan tambang tersebut.

KLHK saat ini tengah mengumpulkan sampel dari lokasi penambangan dan meminta keterangan dari para ahli untuk menilai tingkat kerusakan lingkungan yang diakibatkan. Proses ini diperkirakan akan memakan waktu sekitar dua bulan sebelum tindakan lebih lanjut dapat diambil terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti melanggar aturan lingkungan.

Berikut adalah daftar perusahaan yang sedang diselidiki:

  • PT Gag Nikel (PT GN) di Pulau Gag
  • PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran
  • PT Kawei Sejahtera Mining (PT KSM) di Pulau Kawei
  • PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele

Kasus penambangan nikel di Raja Ampat menjadi pengingat penting tentang perlunya keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Pemerintah memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa kegiatan penambangan dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan, dengan mematuhi peraturan lingkungan yang ketat dan melindungi keanekaragaman hayati laut Raja Ampat.